Perjalanan praktik bimbingan dan konseling lintas budaya ini memiliki salah satu tujuan yaitu Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan yang menggunakan kaidah-kaidah psiko-pedagogis yang berbingkai budaya. Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling ini menempatkan budaya menjadi bidang kajian bagi bimbingan dan konseling. Kajian tentang budaya ini sangat penting karena para konseli atau klien adalah individu-individu maupun kelompok yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda, seperti Budaya Jawa, budaya Melayu Jambi, Melayu Riau, Melayu Minangkabau, Melayu Deli di Sumatera Utara, dan budaya Melayu di Sumetera Selatan. Sudah barang tentu keberadaan budaya melayu di Indonesia sedikit banyak sudah berasimilasi dengan budaya lain di Indonesia. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempelajari, memahami, menghayati keberadaan budaya melayu ini termasuk budaya melayu di Malaysia. Selain itu dengan mempelajari budaya di Malaysia, maka wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap mahasiswa tentang budaya melayu menjadi lebih luas dan komprehensif.
Dalam praktik ini di
ikuti oleh 93 (Sembilan Puluh Tiga) orang, terdiri dari mahasiswa angkatan
tahun 2012 sebanyak 78 orang mahasiswa (48 Mahasiswa Indralaya, 29 Mahasiswa
Palembang, 1 Mahasiswa Angkatan 2010 kelas Indralaya), 11 orang dosen, 1 orang
pegawai administrasi, dan 3 orang pendamping lainnya.
Terdapat
8 kelompok besar yang beranggotakan campuran antara mahasiswa kelas Indralaya
dan kelas Palembang serta setiap kelompok memiliki dosen pembimbing
masing-masing. Hal tersebut bertujuan agar semuanya terkoordinir dengan baik
seperti saat perjalanan disana dan saat pembuatan / pengumpulan laporan praktik
bimbingan dan konseling lintas budaya tersebut.
·
HARI
PERTAMA (MINGGU, 1 MARET 2015)
1. Bandara
Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Perjalanan
awal kami yaitu menuju ke Malaysia. Sebelum perjalanan dimulai kami berkumpul
tepat jam 07.00 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, seperti yang
di jadwalkan. Kami berkumpul di depan bandara dekat pintu masuknya. Banyak
keluarga dari setiap mahasiswa ikut mengantar ke bandara, disanalah kami untuk
pertama kalinya bertemu dan berbicara bersama keluarga dari teman-teman
mahasiswa bimbingan dan konseling baik dari kelas Indralaya maupun Palembang. Saat di bandara saya berkenalan serta
mengajak berbicara orang tua teman-teman saya dan juga bercerita dengan teman
saya. Dalam proses interaksi saya dengan orang tua teman saya serta teman-teman
saya tersebut, kami saling berbagi informasi yang di ketahui tentang perjalanan
yang akan kami tempuh serta orang tua saya dan orang tua teman saya menyampaikan nasihat yang
berguna untuk saya disana, hal tersebut bisa di namakan komunikasi
interpersonal yang mana komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap orangnya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal atau nonverbal.
Setelah beberapa lama kami menunggu
di depan bandara, tiba saatnya kami masuk untuk check in bagasi di dalam
bandara. Disini etika dalam proses untuk
masuk kedalam bandara secara mengantri masih diterapkan serta saling menghargai
sesama manusia juga masih terlihat. Saat mau masukpun etika menghormati orang
tua dan berpamitan sebelum pergi masih terlihat yang di tunjukkan oleh
teman-teman saya dan saya terutama. Kekeluargaan sangat terlihat hangat saat
waktunya kami memasukkin bandara, perpisahan sementara untuk melaksanakan
praktik kuliah ini membuat cinta kasih antara orang tua, keluarga kepada
anak-anaknya semakin erat terasa. Untuk beberapa saat kami menunggu lagi di
lantai dua bandara. Selagi para pihak travel dan panitia di lantai satu
mengurusi bagasi kami, kami memanfaatkan waktu untuk mengabadikan setiap moment
kami di bandara dengan berfoto bersama dosen, sahabat, dan teman-teman dari
kelas yang berbeda dengan kami.
Tibalah pukul 09.20 WIB kami take off menuju Kuala Lumpur
International Airport, Malaysia. Saat di
dalam pesawat saya masih melihat sikap saling menghargai, sikap saling
menghormati, dan sopan santun sesama walaupun dengan orang yang tidak di kenal
seperti jika ingin lewat masih mengucapkan kata permisi (excuse me) dengan
tersenyum dan setiap orang memperhatikan pramugara/i memberikan informasi.
2. Kuala Lumpur International Airport, Malaysia
Setelah
menempuh perjalanan kurang lebih satu jam sekitar pukul 11.00 waktu setempat akhirnya
kami sampai di Kuala Lumpur
International Airport/KLIA adalah
bandara
internasional utama Kuala Lumpur, Malaysia
yang terletak di Sepang,
negara bagian Selangor
dengan kode IATA
KUL. Bandara ini memiliki slogan
"Bringing the World to Malaysia
and Malaysia to the World" dan juga bandara ini merupakan pangkalan
untuk Malaysia Airlines
dan Air
Asia.
Saat tiba suasana disana sangat berbeda dari sebelumnya, disana mulai terlihat
budaya yang berbeda dan orang-orang yang berbeda-beda Negara satu sama lain
melakukan interaksi. Setelah turun dari pesawat kami langsung menuju ke pihak
imigrasi di dalam bandara tersebut, disana kami disambut oleh pegawai bandara
yang berbahasa melayu, saat itu kami langsung berusaha menyesuaikan diri dengan
bersikap ramah, sopan santun, serta berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan
Melayu yang kami ketahui. Pada saat itu
proses lintas budaya pun terjadi baik dalam berkomunikasi dan bersikap. Bahasa
yang digunakan satu sama lain berbeda walaupun ada sedikit-sedikit yang
memiliki makna sama dengan bahasa Indonesia. Saat saya di periksa di bagian
imigrasi saya pun tersenyum, dan menyapa
pegawai yang memeriksa passport saya, dia pun merespon saya dengan baik
serta membalas senyuman saya, disitu kami berkenalan namanya yaitu Hanifa, ia
berumur 21 tahun sama seperti saya tetapi ia telah bekerja di kantor imigrasi.
Dia menanyai asal saya dan tujuan kesini dengan bersikap ramah. Walaupun
percakapan itu hanya sebentar hal ini menunjukkan bahwa budaya di sana tak
terlalu beda jauh dengan di Indonesia yang masih bersikap ramah, dan baik
dengan sesama. Saat inilah kita harus
melihat nilai-nilai yang umum agar dalam prosesnya tidak timbulnya stereotip dan prasangka-prasangka
karena ketidaktahuan kita. Setelah selesai pengecekan passport di bagian
imigrasi lalu kami menuju tempat untuk mengambil koper kami. Selagi menunggu
koper kami, disana kami pun menggunakan Wifi yang terpasang disetiap sudut
bandara yang memberikan kemudahan untuk para pengunjung dalam mengakses
internet secara gratis dengan kecepatan yang baik.
Bandara disana telah di dukung
dengan segala macam teknologi yang modern dan canggih. Hal ini menunjukkan
bahwa budaya yang melekat pada Malaysia dalam hal mempermudah, menyesuaikan
dengan zaman, dan pemuasan hati pengunjung sangat diutamakan, mereka
memperhatikan dan mensuguhkan setiap detail yang dapat membuat pengunjung dapat
dilayani dengan baik, tidak hanya mereka mendapat untung dari biaya-biaya yang
telah dikeluarkan pengunjung, namun mereka juga memberikan keuntungan kepada pengunjungnya
dengan setara. Hal ini yang disebut budaya simbiosis mutualisme.
Didalam bandara pun telah banyak pusat belanja,
restoran, serta tempat money changers yang mempermudah para pengunjung disana
untuk mengakses apapun yang diperlukan. Ini budaya yang di terapkan di Malaysia
untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan di zaman modern ini.
Setelah
selesai semua kami menunggu kedatangan tourguide
untuk membawa kami ke perjalanan selanjutnya. Kami didampingi oleh dua tourguide, mereka adalah orang India
yang telah lama tinggal di Malaysia, bahasa yang digunakan mereka untuk
berkomunikasi dengan kami yaitu bahasa Melayu dan Inggris tetapi disampaikan dengan
nada khas India. Mereka merupakan tourguide
bis 1 dan bis 2. Tourguide di dalam bis 1 bernama Bala Krishna dan tourguide bis 2 bernama Sameer.
Dalam perjalanan ini kami belajar
lebih memahami budaya yang terjadi di sekitar kami,
budaya yang muncul bukan saja dari adat
istiadat mereka, namun juga dari cara mereka berbicara baik verbal maupun
non-verbal, cara kerja mereka, kebiasaan yang sering terjadi, cara berpakaian
mereka, sikap / tingkah laku, penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki,
yang diharapkan jangan sampai melahirkan stereotip dalam diri yang menghambat
kelancaran proses komunikasi dan interaksi.
Saya
yang tergabung dalam kelompok 1 bersama kelompok 2, 3, dan 4 bersama beberapa
dosen dan pendampingnya mendapatkan bis 1 untuk akses perjalanan di Malaysia
dalam beberapa hari. Budaya yang muncul
di Malaysia saat itu bahwa disana di dalam bis pariwisata tidak boleh yang
namanya kelebihan penumpang baik itu penumpangnya harus berdiri / menggunakan
bangku cadangan, jika terjadi hal itu makan polisi disana tak segan-segan
langsung menangkap penanggung jawab bis tersebut. Hal itu dilakukan agar dalam
proses berlalu lintas akan selalu aman dan nyaman. Sikap tegas dan mematuhi
perintah dari kerajaan inilah yang memperlihatkan budaya disiplin di Malaysia.
Awal
perjalanan kami di Malaysia kami diberikan informasi tentang Negara Malaysia
yang disampaikan oleh tourguide bahwa Kuala Lumpur atau nama lengkapnya Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, adalah ibu kota dan kota terbesar
di Malaysia. Geografi Kuala
Lumpur berciri lembah besar yang dikenal sebagai Lembah Klang yang berbatasan
dengan Pegunungan
Titiwangsa di timur, beberapa pegunungan kecil di utara dan selatan,
dan Selat Malaka di barat. Kuala
Lumpur terletak di muara antara Sungai Klang dan Gombak.
Terletak di
tengah-tengah negeri Selangor,
Kuala Lumpur pernah berada di bawah pemerintahan Selangor. Pada tahun 1974,
Kuala Lumpur dipisah untuk membentuk Wilayah
Persekutuan pertama yang diatur secara langsung oleh Pemerintah
Federasi Malaysia. Luas wilayah kota ini adalah 243.65 km2
(94.07 sq mi), dengan rata-rata ketinggian 21.95 m
(72.0 ft).
Terlindung oleh
Pegunungan
Titiwangsa di timur dan pulau Sumatra, Indonesia, di barat, Kuala
Lumpur memiliki iklim hutan hujan tropis yang hangat dan cerah, dengan curah
hujan yang lebat sepanjang tahun, terutama pada musim muson timur laut dari bulan Oktober hingga Maret.
Bahasa
Melayu yang menjadi bahasa nasional, merupakan bahasa utama di Kuala
Lumpur. Bahasa lain yang digunakan di kota ini adalah dialek-dialek Kanton,
Mandarin,
dan Tamil.
Bahasa
Inggris juga berperan besar sebagai perantara bisnis dan merupakan mata
pelajaran wajib di sekolah.
Di Kuala
Lumpur, beraneka ragam budaya bercampur, seperti Melayu, Cina,
India,
Serani, dan juga
suku-suku Kadazan,
Iban dan suku asli
lain dari Malaysia Timur dan Barat. Berdasarkan sensus tahun 2010, orang
Melayu merupakan yang terbesar di Kuala Lumpur. Masyarakat Melayu yang
mayoritasnya berasal dari Kepulauan Nusantara, membentuk sekitar 44,2%
dari keseluruhan penduduk kota. Kebanyakan mereka datang dari Minangkabau, Bugis,
dan Jawa.
masyarakat Cina berjumlah sekitar 43,2% dari keseluruhan penduduk kota. Orang
India membentuk 10,3% dari jumlah penduduk Kuala Lumpur.
Agama Islam merupakan agama
terbesar di Kuala Lumpur dengan jumlah pengikut mencapai 46,4% (2010). Agama
ini dianut oleh orang Melayu dan sebagian masyarakat India. Agama-agama lain
yang dianut di Kuala Lumpur adalah agama Hindu
(terutama di kalangan kaum India), Buddha
(terutama di kalangan orang Cina), dan Kristen.
Tugas
pemerintahan kota menjadi tanggung jawab Dewan Bandaraya Kuala Lumpur, sebuah
lembaga di bawah naungan Kementerian Wilayah
Persekutuan Malaysia. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Datuk Bandar yang dilantik dengan masa jabatan tiga tahun
oleh Kementerian Wilayah Persekutuan. Sistem pelantikan datuk bandar ini
berlaku sejak pemilu pemerintah setempat ditunda pada tahun 1970. Sejak Kuala
Lumpur menjadi Wilayah
Persekutuan pada 1 Februari 1974, kota ini telah dipimpin oleh
sembilan orang Datuk Bandar. Datuk Bandar Kuala Lumpur kini adalah Dato' Ahmad Fuad Ismail, yang
dilantik pada tahun 2008.
Setelah
beberapa lama kami menempuh perjalanan dengan menaiki akhirnya kami pun sampai
ke sebuah restoran nusantara yang telah menyajikan makan siang untuk kami
semua.
3.
Restoran
Lokal Area
Hidangan
yang di sajikan untuk kami yaitu makanan yang memiliki cita rasa seperti
makanan Indonesia. Makanan di sajikan
dengan cara Prasmanan. Pada sejarahnya di tanah jajahan Hindia
Belanda, khususnya di Batavia ada tiga macam sebutan untuk orang Perancis yaitu
’prasman’ (dari bahasa Belanda fransman), ’prancis’
(dari kata Français)
dan ’didong’ (dari bahasa Perancis dis donc artinya tell me =
kasi tahu). Karena lidah kita sulit mengartikulasikan buffet
ini, maka gaya penyajian makanan swalayan ini pun diberi nama ’makan prasman’
dan kemudian menjadi ’makan prasmanan’. Sebutan ’prasman’ atau ’didong’
di masa lalu di negeri kita cukup lazim dipakai oleh khalayak ramai, karena
tidak sedikit orang Perancis yang bertugas di nusantara berkolaborasi dengan
penjajah Belanda sesuai dengan percaturan politik di kawasan Eropa pada masa
itu. Siapa menyangka istilah ’prasmanan’ ternyata berasal dari kata Belanda ’fransman’
alias ’orang Perancis’. Ya, inilah keunikan bahasa. Itu lah salah satu budaya
yang terlihat saat kami berada di restoran untuk makan siang.
Setelah makan kami pun menunaikan ibadah sholat sholat dzuhur yang dijama’ ke sholat ashar di mushollah restoran tersebut. Perjalanan
kami pun di mulai lagi menuju Genting Higland.
4.
Genting
Higlands
Seperti
biasanya setiap perjalanan tourguide kami
memberikan informasi tentang sejarah tempat wisata yang akan kami kunjungi. Hal ini dimaksudkan agar kami mengetahui
akan budaya serta sejarah tempat-tempat di Malaysia yang berfungsi bagi kami
yang memiliki budaya melayu yang hampir sama walaupun banyak yang berbeda pula.
Ini membantu kami dalam proses Bimbingan dan Konseling Lintas Budaya.
Sekitar pukul 14.00 waktu setempat kami menuju ke Genting Higlands.
Dalam
perjalanan, tourguide kami Khrisna
bercerita tentang Genting Highlands
yaitu puncak gunung dari pegunungan Titiwangsa di Malaysia
serta menjadi tempat resort terkenal dengan nama yang sama. Genting Highlands didirikan oleh Lim
Goh Tong yang berasal dari Fujian, Cina pada awal tahun 1960-an. Menurut cerita
yang di sampaikan oleh tourguide kami
Lim Goh Tong merupakan perantau miskin
dari Cina dimana dia memilih untuk merantau ke Malaysia karena merasa aneh
terhadap masyarakat Malaysia yang menurutnya dengan mudah dapat makan tiga kali
sehari, sedangkan dia dan keluarganya di Cina hanya dapat makan satu kali
seminggu. Dan pada akhirnya ia memilih untuk berhijrah ke Malaysia di usia 20
tahun, di Malaysia Goh
Tong menjumpai pamannya. Paman Goh Tong adalah kontraktor lokal. Dari sinilah
Goh Tong mempelajari seluk beluk bisnis kontraktor. Goh Tong memula pekerjaan awalnya dengan menjadi
kuli bangunan.
Karena kegigihan Lim Goh Tong, pamannya
mengangkatnya menjadi mandor. Sampai suatu saat ada rekan kerjanya yang mengajak goh
tong berbisnis jual beli alat berat. Selain menjadi mandor, Goh tong juga berjual beli alat
berat. Suatu hari ia bersama dengan
teman-temannya menaiki pegunungan di Malaysia bagian timur. Tercetuslah ide
briliant. Aku harus membangun tempat
peristirahatan disini, begitu gumamnya dalam hati. Dia mengajak teman-temannya tetapi semua
temannya menolak bekerja sama. Jadilah ia seorang diri yang mengerjakan idenya.
Tentunya dibantu karyawan yang memang sudah lama bekerja dengannya selama ini.
Tujuh tahun
membangun resort akhirnya selesai juga. Resort akhirnya beroperasi. Dari kerja keras Lim Goh Tong
akhirnya membawa ia menjadi konglomerat
sukses yang ternama di Malaysia hingga ke seluruh dunia.
Dari cerita
tersebut kita mengetahui bahwa bukan hanya budaya melayu yang bisa kita peroleh
dan dapatkan, namun juga budaya Cina, dimana yang kita ketahui bahwa
orang-orang Cina adalah pribadi yang tekun, ulet, cerdas, dan bekerja keras
dalam melakukan sesuatu terutama bisnis. Maka kita sebagai calon konselor harus
belajar untuk menjadi pribadi yang kuat, tekun, ulet, berkerja keras, dan tidak
mudah putus asa dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang akan kita pegang
nantinya. Kita juga harus menjadi pribadi yang cerdas dalam membantu
konseli/klien kita nantinya. Proses yang dinamakan proses imitasi untuk menjadi
pribadi konselor yang profesional dan memiliki kompetensi.
Di Genting Highlands kami di ajak menggunakan Cable Car yang diinformasikan bahwa
transportasi tersebut merupakan yang terpanjang se-Asia Tenggara. Untuk
mencapai Genting Highlands Station membutuhkan waktu kira-kira 10-15 menit.
Pengalaman pertama kami berada diketinggian yang dibawahnya hutan belantara
dengan menggunakan Gondola, di tengah-tengah hutan belantara terdapat ukiran
tulisan Genting Skyway. Bagi kami sesuatu pengalaman yang tidak dapat
terlupakan, pemandangan langin serta hijaunya hutan bersama angin sejuk memberikan
kami sensasi tersendiri dalam peneman perjalanan menuju Genting Higlands
Station.
Budaya yang erat terlihat saat
perjalanan pergi dan pulang di Genting Highlands menunjukkan akan banyaknya budaya
Cina yang terdapat disana baik dari tempatnya, rumah, restoran, serta
orang-orangnya. Ini menunjukkan perpaduan budaya yang timbul akibat adanya
proses asimilasi yang terjadi, karena di tempat tersebut dulunya banyak
imigran-imigran yang berasal dari Negeri Cina, yang pada akhirnya masyarakat
asli di daerah tersebut yang tinggal memiliki budaya bercampur baur dan
cenderung mengikuti kebudayaan Cina itulah proses asimilasi yang timbul apabila
terdapat golongan-golongan manusia yang mempunyai latar belakang kebudayaan
yang berbeda-beda, saling berinteraksi dan bergaul secara langsung dan intensif
dalam waktu yang lama, dan kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing
berubah sifatnya yang khas menjadi unsur-unsur kebudayaan yang baru, yang
berbeda dengan aslinya. Hal itu juga bisa dikarenakan faktor pemilik Genting
Highlands berasal dari kebudayaan Cina yaitu Lim Goh Tong.
5.
Restoran
Cina
Setelah
semuanya selesai kami menuju ke restoran di Kuala Lumpur. Pada saat itu sekitar
pukul 19.00 waktu setempat sekitar satu jam lebih menuju ke Kuala Lumpur.
Suasana perjalanan masih terang padahal waktu telah menujukkan waktu malam. Waktu
Malaysia berbeda satu jam dengan Indonesia.
Kebudayaan
yang terlihat pada saat perjalanan menuju restoran di Kuala Lumpur, tempat kami
makan malam terlihat banyaknya kebudayaan Cina disana mulai dari suasana
daerahnya, restoran, dan tempat-tempat di sekitar sana yang mengusung
karakteristik Cina.
Tiba kami di restoran Cina untuk makan
malam, makanannya belum dihidangkan di atas meja. Meja masih kosong tak ada
apapun termasuk piring dan sendok. Saat kami mulai masuk kami di sambut dengan
ramah, lalu kami duduk di kursi masing-masing dan pertama kami disuguhi minuman
air putih yang di tuangkan langsung oleh pelayan di sana ke dalam gelas kami
satu per satu. Mulai piring dan sendok di tata rapi di meja, Lalu makanan mulai
dihidangkan satu per satu di atas meja. Setiap minuman kami habis pelayan
langsung mengisi gelas kami yang kosong. Itulah budaya cara melayani pelanggan
di restoran Cina. Proses lintas budaya dalam 1 hari perjalanan kami sudah
banyak yang terlihat dan terasa.
6.
Hotel
Dynasty, Kuala Lumpur, Malaysia
Perjalanan
dihari pertama berakhir di hotel Dynasty tempat kami beristirahat setelah
seharian berkeliling-keliling di Malaysia dan menikmati wisata yang dimiliki
Negara ini. Sebelum kami memasuki kamar masing-masing, kami menunggu di lobby
untuk pembagian teman sekamar dan kamar nomor berapa kami. Kami berdiri di
lobby untuk beberapa waktu dengan ramainya kami, pegawai dan pengunjung lainnya
di hotel tersebut tetap menghargai dan bertoleransi kepada kami. Sikap saling menghargai dan bertoleransi
tersebut ialah budaya yang baik dalam berinteraksi dengan sesama.
Beberapa
waktu setelah menunggu kami mendapatkan kamar dan saya sekamar dengan teman
sekelas saya yaitu Ferdina Sari. Kami menempati kamar nomor 1115. Saat awal memasuki hotel ini dan menuju
kamar kami di lantai 11 mulai timbul yang namanya prasangka karena melihat
fisik dari hotel ini sedikit menyeramkan dan sepi sunyi. Prasangka ini adalah
salah satu penghambat dalam kita mengenal dan beradaptasi secara baik. Budaya
yang tercampur prasangka akan menghambat sebuah proses interaksi dan pertukaran
informasi dalam pengembangan budaya yang ada. Cara yang terbaik untuk
mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan kontak dengan mereka pegawai
disana, mencari informasi tentang kondisi di sana, dan berani menghadapi apapun
itu. Maka kita akan tahu dan prasangka akan hilang dengan begitunya. Sesampainya di
dalam kamar kami pun langsung membereskan barang-barang, membersihkan diri
kami, sholat maghrib dan isya, setelah itu kami langsung istirahat tidur agar
esok pagi bisa bangun dengan segar dan penuh energi.
Tepat keesokan paginya kami bangun pukul 05.00 waktu
setempat. Kami langsung mempersiapkan diri untuk menjalankan agenda pada hari
kedua kami di Malaysia. Sebelum kami pergi untuk melakukan kunjungan, kami pun
sarapan terlebih dahulu. Kami sarapan di restoran hotel lantai 2. Kebiasaan untuk sarapan terlebih dahulu
sebelum menjalankan aktivitas sangat diperlukan karena dengan sarapan bisa
meningkatkan keterampilan kognitif otak, meningkatkan konsentrasi, menjadi
energi yang meningkatkan afektifitas, dan psikomotorik kita menjadi lebih
aktif, mengembalikan metabolisme tubuh, dan membuat mood kita menjadi lebih
baik dengan begitu kita menjalankan aktifitas dengan penuh semangat dan
kekuatan yang optimal. Budaya sarapan yang seperti ini tetap di terapkan di
Malaysia. Makanan dan minuman yang dihidangkan untuk sarapan beberapan macam
varian jenis sarapan dari setiap negara seperti di sajikannya nasi lemak serta
lauk pauk karena kebiasaan orang Asia sarapan nasi ditemani lauk pauknya (4
Sehat, 5 Sempurna), ada juga sereal dengan susu, sosis, kentang, macam-macam
roti beserta selai, roti canai, ada juga minuman yaitu susu, kopi, jus, air
putih, dan teh. Disinilah terlihat dari segi sarapan pun sikap menghargai
kebiasaan makanan dari setiap negara di sediakan disini agar tidak timbulnya
stereotyp ataupun prasangka yang bisa menghambat pemahaman akan lintas budaya
yang terjadi.
Pagi hari setelah sarapan kami langsung menuju bis untuk
perjalanan ke Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA), PutraJaya, Malaysia
tetapi sebelum berangkat terjadi suatu kejadian yaitu ada teman kami yang
terlambat bangun, mereka tidak siap pada waktu yang telah ditentukan yang
akhirnya membuat teman-teman yang lain menunggu terutama para dosen.
Dalam proses lintas budaya
diharapkan kita memiliki kedisiplinan agar keberlangsungan acara bersama
berjalan dengan lancar. Disini kaitannya dengan budaya adalah kedisiplinan
seharusnya sudah menjadi budaya bagi setiap orang dimanapun ia berada, disiplin
di tempat asal dan apalagi bertamu ke tempat orang lain. Tak
lama dari situ kami pun berangkat di tengah-tengah perjalanan bis kami mampir
terlebih dahulu ketempat pengisian bahan bakar. Disana saya mengamati bahwa tidak ada orang yang menjaga/ melayani
orang untuk membeli bahan bakar kendaraannya. Budaya disana pembeli melayani
sendiri untuk mengisi bahan bakar kendaraannya setelah itu mereka membayarnya
ke sebuah toko yang berada tepat di dekat tempat pengisiannya. Budaya yang
mandiri dan saling mempercayai di terapkan di Malaysia.
Perjalanan
kami menuju ke Putra Jaya untuk mendatangai Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) diiringi dengan cerita
sejarah tentang bahwa ibu kota
pemerintahan Malaysia tidak lagi Kuala Lumpur tetapi sekarang menjadi Putra Jaya.
Hal itu dikarenakan Melihat kota Kuala Lumpur yang kian hari kian padat,
membuat Perdana Menteri saat itu disekitar tahun 1994 merencanakan untuk
memindahkan ibukota pemerintahan Malaysia keluar dari kota Kuala Lumpur. Maka
pada tahun 1995 di bulan April dimulailah pembangunan tersebut di sebuah
kawasan bekas perkebunan kelapa sawit, 25 kilometer dari kota Kuala Lumpur. Di
atas lahan seluas 4.931 hektar inilah dibangun sebuah kota bernama Putrajaya
yang diambil dari nama Perdana Menteri pertama Malaysia yaitu Tuanku Abdul
Rahman Putra Al-Haj. Malaysia memindahkan ibukota pemerintahannya pada tahun
1999. Dan Indonesia sampai saat ini masih dalam bentuk wacana, sedangkan
Malaysia sudah melaksanakannya.
Kota Putrajaya
dibangun dengan filosofi Human
to human, Human to nature serta Human to God. Human to human yang artinya pembangunan kota Putrajaya
harus mencakup hubungan antara manusia dengan manusia. Maka di Putrajaya bukan
hanya dibangun fasilitas perkantoran saja tapi juga dibangun
perumahan-perumahan baik itu apartemen, townhouse, serta kondominium yang diperuntukkan hanya
untuk pegawai-pegawai negeri mereka dengan fasilitas peminjaman yang sangat
murah. Sehingga diharapkan pegawai negeri mereka tidak terlalu jauh dari tempat
mereka bekerja, dan tidak ada alasan untuk terlambat masuk kerja dengan alasan
macet di jalan.
Sedangkan
filosofi Human to nature
adalah pembangunan kota ini tidak melupakan konsep pelestarian alam sekitar.
Akan banyak didapati pohon-pohon di seluruh kota Putrajaya ini, sehingga membuat
kota ini tidak menjadi gersang. Karena kota ini dibangun pada bekas perkebunan
kelapa sawit maka suhu udara disekitar adalah sangat panas adanya, sehingga
dibuatlah sebuah danau buatan yang mengelilingi kota Putrajaya. Danau buatan
ini bebas dari sampah dan harus sesuai dengan standar ISO. Di kota ini juga
dibangun sebuah taman botani yang ditanami sekitar 7000 species tanaman dari
seluruh dunia yang diperuntukan bukan hanya khusus untuk pendidikan dan
penelitian tetapi juga pariwisata.
Sedangkan
filosofi Human to God
adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Agama utama di Malaysia adalah
Islam. Sehingga prioritas utamanya adalah pembangunan mesjid raya yang
diperuntukkan bagi umat muslim untuk bersembahyang dan berinteraksi antar
sesama muslim. Mesjid raya ini dapat menampung sekitar 15.000 umat.
Sekilas kota
Putrajaya adalah sebuah kota yang sangat teratur dan bersih. Walaupun pada hari
kerja, jalanan tidak begitu macet. Kantor-kantor pemerintahan berbaris dengan
teratur dalam satu komplek dari Departemen Keuangan, Mahkamah Agung serta
perkantoran lainnya.
·
HARI
KEDUA (SENIN, 2 MARET 2015)
1.
Jabatan
Perkhidmatan Awam (JPA), PutraJaya, Malaysia
Kunjungan
kami kesana untuk mengikuti kuliah umum bersama Dr. Abdul Jalil Hasan dan Prof.
Dr. Abdul Halim Mohd Hussin. Pada awalnya saat kami sampai disana kami telah di
sambut dengan baik dan hangat. Kami di ajak masuk ke sebuah ruangan untuk
kuliah umum sedangkan para dosen kami dijamu terlebih dahulu untuk makan dan
untuk lebih dekat lagi. Saat para dosen dijamu di ruangan berbeda, kami
disambut juga oleh salah satu pegawai disana. Kami di ajak berinteraksi,
disinilah lintas budaya pun muncul dan kami rasakan mulai dari lintas budaya
berbasis bahasa, cara berbicara, sikap, dan persepsi. Interaksi itu di buat
semenarik mungkin sehingga kami nyaman berada disana. Kami juga banyak bertukar
pikiran tentang bahasa. Hal ini perlu
dilakukan agar terhindar dari bias budaya yang dapat mengakibatkan
kesalahpahaman dalam menginterpretasikan suatu bahasa yang dikomunikasikan agar
lebih jelas dan di mengerti maknanya.
Tata cara budaya menyambut tamu
disana memberikan sebuah kenyamanan dan kehangatan untuk tamu yang datang
kesana. Inilah salah satu budaya yang di terapkan disana dengan bersikap ramah dan
baik dengan orang lain disana akan menciptakan hubungan dan komunikasi antar
pribadi semakin dekat dan baik (stimulus-respon).
Setelah
beberapa saat kuliah umum kami di mulai, kuliah umum pertama kami diisi oleh
Dr. Abdul Jalil Hasan yang membahas tentang Bahagian Pengurusan Psikologi. Disana kami mendapatkan sebuah ilmu bahwa
sebuah kepedualian dan mengutamakan kepentingan masyarakat yang ditunjukkan
dari program kerja dari Jabatan Perkhidmatan Awam JPA itu memperlihatkan akan sebuah budaya yang saling memperdulikan
sesama manusia dan alam sekitar. Kami juga di perkenalkan langsung denga
jabatan-jabatan dan orang yang bertugas disana. Kegiatan yang pernah di lakukan
pun diberi tahu ke kami agar pengetahuan kami tentang kegiatan tentang
bimbingan dan konseling yang membantu orang lain / klien tersebut bisa menjadi
semangat dan merubah persepsi kami tentang tugas sebagai konselor yang harusnya
lebih baik lagi.
Kuliah
umum kami yang kedua diisi oleh Prof. Dr. Abdul Halim Mohd Hussin tentang Cross-Cultural Competence in School
Counseling Services. Disana kami mempelajari tentang konseling berbasis
budaya yang di terapkan di Malaysia. Tugas
dan tanggung jawab yang kami pegang sebagai calon konselor sangatlah berat
karena berhubungan dengan membantu orang lain, interaksi dengan orang lain,
membantu mengentaskan masalah klien, memandirikan klien, dan membantu
memperbaiki persepsi dalam diri klien agar bisa memiliki nilai positif dan
membuat mereka memimiliki motivasi yang kuat dalam hidup selain itu kita harus
juga memahami serta memperhatikan budaya yang ada di sekitarnya ataupun yang
dimiliki klien yang bisa mempengaruhi proses bantuan yang kita berikan.
Cara
pemberian materi dalam kuliah umum yang beliau sampaikan sangatlah menarik.
Beliau melakukan komunikasi dua arah saat memaparkan materinya sehingga kami
bisa memahami makna dan arti dari materi yang disampaikan. Disana kami di beri
tahu tentang Kompetensi Lintas Budaya
adalah Kemampuan untuk berpikir, Merasakan, bertindak dalam cara yang di
ketahui, di hormati, dan di bangun diatas ethnic sosial kultur dan keragaman
bahasa.
Setelah
kuliah umum kami banyak memahami betapa pentingnya sebuah budaya dalam
konseling dan dalam melaksanakan tugas-tugas seorang konselor yang di ungkapkan
oleh Prof. Halim sangatlah banyak dan memerlukan sekali kompetensi di dalam
diri konselor. Selanjutnya kami di hidangkan makan siang bersama di kantin JPA
tersebut.
2.
Masjid
Putra Jaya, Malaysia
Waktu
telah menunjukkan siang hari, setelah kami makan siang kami di beri waktu untuk
jalan-jalan serta menunaikkan sholat dzuhur disana. Sebelum saya memasuki
masjid Putra saya terlebih dahulu foto-foto serta kebawah taman, karena cuaca
di Putra Jaya sangat panas saya membeli minuman di toko di bawah taman letaknya
di bawah tanah, harga 1 botol minum seharga 2 ringgit selain itu disana ada
salah satu pusat perbelanjaan yang menyediakan oleh-oleh khas Malaysia seperti
gantungan kunci, baju kaos, miniatur khas Malaysia, tas, dll. Kami pun membeli
sedikit cendera mata di tempat itu, perbedaan
bahasa lagi-lagi sedikit menghambat kami dalam berkomunikasi dengan pedagang,
namun dengan berbekal sedikit wawasan mengenai budaya Malaysia dengan bahasanya
maka kami pun dapat sedikit demi sedikit melakukan proses jual-beli. Menariknya
pedagang tersebut menerima pembayaran dengan Mata Uang Rupiah, karena tidak
jauh dari sana ada tempat Money Changer. Inilah
toleransi yang diberikan pedagang kepada kami sebagai pendatang, mereka
mempermudah proses jual-beli agar kami tidak perlu repot-repot untuk menukar
terlebih dahulu.
Pemandangan
yang disuguhkan di Putra Jaya ini sangatlah indah mulai dari Danau Putrajaya
dan Masjid Putra ini yang berada di
Kompleks Jabatan Perdana Menteri 62502, Putrajaya, Malaysia. Dari danau yang
bersih ini Anda bisa melihat aneka gedung-gedung pencakar langit yang megah di
pusat pemerintahan Malaysia. Masjid ini sendiri diberinama Masjid Putra yang
diambil dari nama Perdana Menteri Malaysia pertama, Tunku Abdul Rahman Putra
Al-Haj. Masjid Putra merupakan salah satu bagian terpenting dari kemodernan dan
kerelijiusan kota Putrajaya.
Periode
pembangunannya sendiri dimulai sejak tahun 1997 dan selesai pada tahun 1999
(dua tahun kemudian). Letaknya yang berhadapan dengan Danau Putrajaya membuat
masjid ini seolah kelihatan terapung-apung diatas danau buatan sehingga
memberikan kesan yang indah dan tidak akan ditemui ditempat lainnya. Setelah
jalan-jalan dan belanja kami memasuki bangunan masjidnya untuk menunaikan
ibadah sholat, kami dihadapkan pada gerbang masjid yang tampak sangat tinggi
dan megahnya sebelum memasukki masjidnya serta di depan di jaga beberapa
penjaga masjid yang masih muda.
Jika kami
telisik lebih dalam lagi maka bangunan gerbangnya dihiasi dengan ornamen
berbentuk geometri yang menjadi ciri khas dari arsitektural Islam dan seni
kaligrafi yang kental dan indah.
3.
Putrajaya International Convention Center, Malaysia
Putra Jaya International Convention
Center memiliki Ide desain bangunan yang unik dan mengesankan ini
didasarkan pada bentuk mata 'perak tertunda' (perak Melayu kerajaan ikat
pinggang). Namun, struktur atap dirancang mirip dengan origami dilipat untuk
meringankan kebulatan polos struktur. Dari frontview itu, atap bangunan atau
sayap terangkat di sisi, menciptakan overhangings luas atas dinding menyapu.
Sebagian besar dinding terbuat dari kaca, sehingga sinar matahari alami dapat
dengan mudah menerangi auditorium melalui jendela meraup dan berbayang. Serta pada bagian luar gedung kami langsung
disuguhkan pemandangan yang membuat mata tidak mau berkedip, desiran angin yang
cukup deras karena bangunan terletak di atas bukit membuat suasana semakin
indah. Kami hanya diberi waktu 15 menit kesempatan ini kami gunakan hanya untuk
berfoto-foto mengabadikan momen yang tak mungkin terlupakan.
Kami
mulai masuk ke dalam gedung yang langsung disambut oleh pusat perbelanjaan
oleh-oleh khas Malaysia dan ada juga tempat makan di dalamnya. Kami mulai
menelusuri lebih dalam sampai ke lantai bawah. Di lantai bawah terdapat sebuah
fasilitas kursi pijat yang mana untuk menggunakannya selama 3 menit kami hanya
perlu membayar 1 Ringgit saja. Hal ini
menunjukkan kepada kami bahwa desain dan fasilitas yang di miliki PICC ini
memiliki makna budaya dan memiliki ciri khas tersendiri. Dukungan fasilitas
yang memadai membuat kami merasa nyaman menggunakannya. Setelah waktu yang
di berikan berakhir kami langsung menuju bis dan melanjutkan perjalanan.
4.
ISTANA NEGARA DAN DATARAN MERDEKA MALAYSIA
Saat di Istana
Negara kami diberikan waktu 15 menit untuk berfoto dan melihat-lihat istana
dari luar. Sebelum kami turun kami diberi tahu oleh tourguide warna kuning adalah warna kejayaan sebab itulah istana Negara
berwarna kuning. Hal yang saya amati
juga di istana adalah sistem pemerintahan
Malaysia yang berbentuk kerajaan mirip dengan pemerintahan di Negara Inggris,
karena di istana saya melihat kesamaan dari dua penjaga yang ada di depan pintu
gerbang pada sudut kanan dan kiri yang hanya diam tidak ada ekspresi. Kesamaan
budaya ini merupakan proses akulturasi
dari budaya Inggris sebagai penjajah rakyat Malaysia pada masa itu, namun tetap tidak meninggalkan kebudayaan melayu
yang kental dengan agama islam dan busana melayu yang ciri khas.
5.
Tugu Peringatan Negara Malaysia
Kunjungan
kami kesini untuk mempelajari sejarah perjuangan rakyat Malaysia pada tempo
dulu saat dijajah. Awalnya kami di jelaskan oleh tourguide arti Jata Negara Malaysia. Lambang Malaysia, atau Jata Negara mengandungi sebuah
perisai yang dipegang oleh dua ekor harimau yang merupakan lambing kepada
melayu tradisional serta kekuatan dan keberanian. Di atasnya memaparkan simbol
bulan sabit dan bintang pecah 14. Warna kuning pada simbol bulan sabit dan
bintang itu merupakan warna diraja dan melambangkan pemerintahan beraja di
Malaysia. Simbol bulan sabit adalah lambang agama Islam sebagai agama rasmi
Malaysia manakala simbol bintang menandakan 13 buah negeri yang terkandung
dalam Persekutuan Malaysia dan Kerajaan Persekutuan.
Lima bilah keris yang terletak di
bahagian atas merupakan lambang Negeri-negeri Melayu Tidak Bersekutu pada zaman
dahulu iaitu Johor, Kedah, Perlis, Kelantan dan Terengganu. Di bawah keris
tersebut terdapat empat jalur yang sama besarnya berwarna warna hitam, putih,
merah dan kuning yang melambangkan empat buah Negeri-negeri Melayu Bersekutu
yang asal. Merah dan kuning melambangkan warna negeri Selangor; hitam dan putih
warna bagi negeri Pahang; hitam, putih dan kuning warna bagi negeri Perak;
serta warna merah, hitam dan kuning bagi Negeri Sembilan. Bahagian sebelah kiri
perisai iaitu pokok Pinang dan jambatan merupakan simbol untuk negeri Pulau
Pinang dan bahagian sebelah kanan iaitu pokok Melaka adalah simbol untuk negeri
Melaka. Kedua-dua buah negeri ini adalah sebahagian dari Negeri-negeri Selat
pada zaman dahulu. Tiga bahagian di sebelah bawah itu menandakan Jata Negeri
Sabah di sebelah kiri dan Jata Negeri Sarawak di sebelah kanan. Di
tengah-tengahnya ialah Bunga Raya, ia itu Bunga Kebangsaan Malaysia.
Harimau-harimau yang ditunjukkan sebagai memegang jata Negeri-negeri Melayu
Bersekutu dahulu itu digunakan dalam Jata Negara. Cogan kata "Bersekutu
Bertambah Mutu" yang ditulis dengan tulisan Rumi di sebelah kiri dan Jawi
di sebelah kanan juga dipaparkan di skrol yang berwarna kuning.
Selanjutnya tourguide menjelaskan Tugu Negara
terawal merupakan tiang konkrit
yang terletak di Jalan Tugu berhampiran bulatan di hadapan Stesyen Kereta api
Kuala Lumpur, bersebelahan Masjid
Negara. Ia didirikan oleh Pentadbir British bagi memperingati
peperangan dan perwira yang terkorban. Kini hanya asasnya tanah seluas 10 meter
persegi yang tinggal.
Kompleks Tugu
Negara yang ada kini di kawasan Taman
Tasik Perdana dibuka pada 8 Februari 1966. Ia memasukkan Taman
Peringatan sebagai lambang penghormatan negara kepada perwira yang mengorbankan
jiwa mereka bagi menjaga keamanan negara Malaysia. Tiang asal dialih
ke Kompleks Tugu Negara kini dan padanya tercatat tarikh tragedi kemanusiaan: Perang Dunia I (1914-1918), Perang Dunia II (1939-1945)
dan Darurat (1948-1960).
Banyak ilmu
yang kami dapatkan tentang sejarah Malaysia yang bermanfaat buat kami untuk
menambah wawasan akan lintas budaya yang kami lakukan ini. Kami pun lanjut
perjalanan ke Dataran Merdeka.
6.
Dataran Merdeka
Kami
lagi-lagi diberikan waktu 15 menit untuk menikmati keindahan disana dan
berfoto-foto ria. Disana saya mengamati
Dataran Merdeka ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan peninggalan kolonial Inggris
yang menawan. Salah satunya, dan ini yang paling populer, adalah Bangunan Sultan Abdul
Samad (Sultan Abdul Samad Building). Bangunan Sultan Abdul
Samad selesai dibangun pada tahun 1897 dengan gaya Mughal / Moorish rancangan
A.C. Norman. Sekarang, bangunan ini difungsikan sebagai gedung kementerian. Di
tempat ini, bendera Union Jack diturunkan dan bendera Federasi Malaya
dikibarkan untuk pertama kalinya pada tengah malam tanggal 31 Agustus 1957.
Tiang Bendera itu sekarang menjadi tiang bendera tertinggi di dunia. Dataran
Merdeka menjadi tempat dirayakannya Parade Hari Merdeka.
Kantor Pos juga ada di dalam gedung
yang dipercantik dengan menara jam setinggi 41 meter ini. Di sebelah kiri, ada
gedung National
History Museum atau Muzium Serajah Nasional (ini nggak
salah tulis, memang “serajah”) yang dulunya merupakan sebuah bank komersial
pada 1910. Baru pada tahun 1966 gedung ini difungsikan sebagai museum nasional.
7.
Menara
Twin Tower Petronas, Malaysia
Menara
Petronas Twin Tower merupakan ikon ternama Negara Malaysia. Menara Kembar
Petronas berlantai 88, atau dikenal sebagai KLCC, adalah bangunan kembar
tertinggi di dunia.
Aspek
seni dan budaya Muslim digunakan dalam rancangan bangunan. Bagian luar bangunan
terbuat dari kaca dan baja dan memiliki motif yang terdapat dalam seni Islam.
Bentuk bangunan menyerupai Rub Al-Hizb,
bintang dengan delapan titik terbentuk dari dua persegi empat yang saling
bertumpukan.
Terinspirasi
dari bentuk geometris yang ditemukan pada arsitektur Islam, struktur raksasa
yang gemerlap ini dirancang oleh arsitek Argentina-Amerika Cesar Pelli.
Terentang di salah satu sisi maha karya arsitektur ini adalah Taman KLCC dengan
bentang alam luas dan tertata cantik.
Daya
tarik wisata lain di KLCC antara lain Kompleks Perbelanjaan Suria, Gedung
Orkestra Petronas, Pusat Sains Petrosains, Galeri Seni Petronas, dan Kuala
Lumpur Convention Centre, tempat Aquaria Oceanorium berada.
Menara
Kembar Petronas (Petronas Twin Towers) berada di antara Jalan Ampang dan Jalan
Raja Chulan. Lokasinya juga dekat dengan Mandarin Oriental Hotel dan di
seberang The Ascott.
Setelah lama kami berfoto-foto kami pun langsung
berkumpul kembali tetapi kami harus menunggu beberapa saat karena bis 2 belum
datang bis tersebut harus mencari parker yang lumayan jauh karena bisa
menggangu lalu lintas jika parker sembarangan. Di Malaysia ini peraturan sangat tegas dan ditaati oleh masyarakatnya.
Ini lah budaya yang tertib dan patuh dengan peraturan yang dibuat oleh kerajaan
Malaysia. Bis pun datang kami
langsung masuki kedalam bis dan selanjutnya menuju ke Restoran Padang untuk
santap malam bersama. Selesai makan malam, kami langsung kembali ke hotel untuk
istirahat.
·
HARI
KETIGA (SELASA, 3 MARET 2015)
1.
Universitas
Sains Islam Malaysia
Sekitar
pukul 05.00 waktu setempat kami bangun dan siap-siap.Di saat saya bangun
ternyata kamar dan seluruh di lantai 11 itu sedang mati lampu, lalu kami
menghubungi resepsionisnya sesaat kemudian lampunya menyala. Setelah semuanya
beres kami turun kebawa sambil membawa koper lalu sarapan pagi. Tak lama
selesai sarapan kami berangkat menuju Universitas Sains Islam Malaysia.
Sesampainya
kami disana kami diajak memasuki USIM, kami langsung dibawa menuju ruang rapat
para petinggi di universitas tersebut untuk berbincang sebentar mengenai USIM
dan UNSRI, bertukar pikiran dimana USIM mengundang mahasiswa pascasarjananya
untuk ikut bergabung dalam acara tersebut. Dalam
hal ini USIM menyambut kami dengan sangat baik, mereka menunjukkan toleransi
budaya kepada pendatang serta adat istiadatnya yang penuh dengan keramahtamahan
. Hal ini penting demi kelancaran
kerjasama antar dua budaya.
Kami
melakukan sistem diskusi membahas tentang Narkoba yang mengancam baik di Negara
Indonesia maupun Malaysia. Disitulah
pertukaran pengetahuan dan wawasan antara kami, dosen, dan mahasiswa
pascasarjana Malaysia tersebut membuat kami memiliki ilmu baru dan informasi
baru lagi.
Disana
juga kami diberi kesempatan untuk melihat-lihat dan berkeliling-keliling ke
beberapa laboratorium konseling,
diantaranya ada laboratorium konseling anak, laboratorium konseling individual,
laboratorium konseling dan bimbingan kelompok, ruangan konseling untuk
anak-anak dan laboratorium keluarga.
Setelah
lama berkeliling-keliling kami di ajak ikut langsung dalam kelas perkuliahan
mahasiswa Bimbingan dan Konseling disana. Dalam proses perkuliahan bahasa yang
mereka pergunakan yaitu bahasa Inggris. Kami juga di ajak untuk bernyanyi
bersama di kelas untuk menambah kedekatan dan membuat kami nyaman berada
disana.
Kami
pun lanjut lagi menuju ke lantai atas untuk di perlihatkan dengan Asian Center for Research on Drug Abuse (ACREDA).
Disana kami diberikan pin untuk tanda perkenalan. Tak lama dari sana kami pun
di ajak lagi ke ruangan sebelumnya, kami disana disuguhi makan siang bersama
lalu kami selesai makan baru melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan
selanjutnya.
2.
Batu
Caves
Batu Caves adalah bukit kapur, yang memiliki
serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gombak, 13 Km utara dari
Kuala Lumpur, Malaysia. Tempat ini mengambil nama dari Batu Sungai atau yang
mengalir melewati bukit. Batu Caves juga merupakan nama desa terdekat.
Di sana sangat kental dengan kebudayaan Hindu, penduduk asli daerah itu merupakan
keturunan-keturunan Hindu yang hidup di sebuah desa di Malaysia. Proses
asimilasi terjadi karena banyaknya orang India yang dominan beragama Hindu yang
kemudian menghilangkan kebudayaan asli Malaysia yang kental dengan agama Islam.
Terbukti dari banyaknya kuil tempat persembahyangan umat Hindu, semua orang
berwajah India dan berpakaian India, bahasa yang digunakan pun sebagian besar
berbahasa India dan sebagian lagi berbahasa Inggris namun dengan logat khas
India walaupun ada juga yang menggunakan bahasa melayu. Disana pun banyak orang
yang berjualan, saya pun sempat membeli sebuah tas untuk ole-ole. Kami berada
di sini hanya sekitar 15 menit untuk berfoto dan berbelanja, kami tidak
diperbolehkan menaiki anak tangga karena waktu tidak memungkinkan. Kami pun
lalu melanjutkan perjalanan.
3.
Bukit
Bintang, Malaysia
Setelah kami asyik berfoto-foto di
tempat wisata Malaysia, kami di ajak ke tempat belanja di Bukit Bintang.
Sebelum kami masuk toko kami di beri tempelan tanda kita pengunjung toko
tersebut. Disana menjual banyak souvenir ole-ole khas Malaysia bahkan ada juga
ole-ole Singapore. Saya disana hanya membeli sedikit souvenir khas Malaysia. Lalu kami lanjut ke tempat
belanja lainnya. Disana pun saya hanya membeli parfum seharga 32 Ringgit. Dari yang saya amati bahwa setiap toko di
sana sebelum kita masuk kita di berikan tanda kecil yang di temple ke badan
kita, lalu setelah selesai belanja di kembalikan lagi tempelannya dan juga
rata-rat penjual di Malaysia yaitu orang Cina.
4.
Toko
Coklat Malaysia
Perjalanan kami selanjutnya ke toko
coklat Malaysia untuk membeli buah tangan buat keluarga kami dan teman-teman di
Palembang. Tourguide kami memberikan
informasi bahwa di toko coklat ini semuanya halal dan sehat karena coklat yang
digunakan dari perkebunan coklat terbaik di Malaysia. Kerajaan pun telah
meresmikan toko coklat ini adalah salah satu objek wisata untuk berbelanja
coklat yang enak dan sehat. Disini kita bisa lihat kebudayaan pedulinya
kerajaan sebagai pemimpin rakyat memperhatikan toko ole-ole yang terbaik untuk
pendatang di Malaysia. Hal ini patutnya di terapkan di Indonesia akan lebih
peduli kepada kesehatan makanan untuk rakyatnya.
Sesampai
disana seperti biasa kami diberikan tempelan penanda bahwa kami pengunjung,
lalu kami di berikan info tentang macam-macam coklat dan khasiatnya, setelah
itu kami diberikan taster coklat yang di jual disana. Harga coklat disana
bervariasi kebanyakan harganya lumayan mahal. Saya hanya membeli sedikit coklat
disana. tak lama itu kami melanjutkan perjalanan lagi.
5.
Sungei
Wang Plaza, Malaysia
Tempat
kunjungan kami selanjutnya yaitu Sungei Wang Plaza. Sebelum
berkeliling-keliling kami makan malam terlebih dahulu. Menu makan kami saat itu
adalah KFC (Kentucky Fried Chicken), yang
mana kita ketahui bersama bahwa di Indonesia pun dapat dengan mudah kita temukan
dan bukan hal yang baru lagi. Namun pada saat waktu makan tiba itu adalah kali
pertama kami makan di outlet KFC dengan menu yang tidak biasa, yakni ayam
goreng, pepsi dan nasi lemak, sausnya pun berbeda, cara menyajikannya pun
berbeda. Saat itu saya melihat bahwa kesamaan antar
budaya tidak selalu sama sampai keseluruhannya, Indonesia dan Malaysia
mempunyai outlet makan dengan nama yang sama, namun ketika waktu makan ada
hal-hal yang pasti berbeda. Begitu pula dengan kebudayaan, Indonesia dan
Malaysia mempunyai rumpun yang sama, namun belum tentu juga pola pikir pun
sama. Kebudayaan orang Malaysia memakan nasi lemak ternyata di KFC pun nasi
yang disajikan yaitu nasi lemak, hal itu berbeda dengan di Indonesia yang
menyajikan nasi putih biasa.
Kami
pun telah selesai makan malam lalu berlanjut untuk melihat-lihat toko-toko yang
banyak menjual barang-barang baik pakaian, aksesoris, souvenir, sepatu, tas,
handphone, coklata, dll. Setelah lama belanja kami langsung sholat, kami sempat
kesasar mencari mushollah disana tapi akhirnya ketemu. Selesai sholat kami
kembali ke bis. Tetapi kami menunggu sebentar di depan Sungei Wang karena bis
kami belum datang. Bis pun datang kami langsung melanjutkan perjalanan dengan
senang hati.
·
HARI
KEEMPAT (RABU, 4 MARET 2015)
1.
Rest Area, Johor, Malaysia
Perjalanan pun berhenti sesaat untuk
minum kopi / teh di sebuah pemberhentian bis. Pada saat itu sekitar pukul 02.00
waktu setempat. Saya di sana membersihkan diri sedikit, lalu kami memesan minum
susu hangat agar bisa tertidur dengan nyenyak di dalam bis. Setelah selesai di
tempat itu terdapat kursi pijat karena badan telah lelah melakukan banyak
aktivitas saya memutuskan untuk melakukan pijat selama 3 menit. Tak lama pijat
bersama teman-teman saya juga kami pun berangkat lagi menuju ke Johor,
Malaysia.
Sekitar pukul 04.00 waktu setempat
kami sampai pada tempat pemberhentian yakni SPBU dan rest area. Disana kami
diberi kesempatan untuk mandi dan sholat, karena setelah sampai Singapura kami
tidak diberikan waktu untuk membersihkan diri lagi. Waktu yang diberikan cukup
lama dari sebelumnya. Hal yang paling terlihat berdasarkan pengamatan saya
adalah kebersihan toilet SPBU yang diluar dugaan, yang biasanya kalau di
Indonesia hal tersebut masih sebatas angan-angan. Namun saat itu saya
benar-benar merasakan bersihnya toilet umum SPBU di Malaysia serta di sana ada
2 tempat khusus untuk mandi dan di lengkapi denga shower.
Itulah
kebudayaan yang berusaha ditampilkan oleh masyarakat Malaysia, yaitu menjadi
pribadi yang menjunjung tinggi kebersihan dan kenyamanan di tempat-tempat umum.
Hal inilah yang sepatutnya ditiru oleh Indonesia dan juga dapat menjadi
kebudayaan bagi masyarakat Indonesia.
Kami pun selesai
mandi dan berberes-beres isi koper, lalu kami sholat shubuh di mushollah.
Setelah itu kami sarapan bersama. Saat sarapan saya sangat tidak nafsu makan
dan kurang bersemangat karena saya sulit untuk tidur semalaman di dalam bis.
Saya
sempat mengamati di SPBU tersebut dalam proses orang membeli bahan bakar
kendaraan sama seperti sebelumnya. Mereka disana mengisi sendiri lalu
membayarnya di toko dekat SPBU tersebut. Kebudayaan yang baru saya rasakan
banyak sekali perbedaan yang terjadi saat saya disana.
Lanjut perjalanan kami sekitar pukul
06.00 waktu setempat kami kembali melanjutkan perjalanan ke Singapura.
2.
Imigrasi
Singapura
Kami
pun tiba di imigrasi Singapura, kami langsung bersusun rapi mengantri untuk di
cek paspor dan prosedur lainnya yang mempersilahkan kami untuk berwisata di
Negara tersebut. Seperti yang diketahui bahwa singapura merupakan Negara yang
sangat ketat mengenai masalah kedisiplinan. Dilarang untuk meludah sembarangan,
dilarang merokok, dilarang memakan permen karet, dilarang membuang sampah
sembarangan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pada
saat pemeriksaan di imigrasi, ada beberapa rekan kami yang laki-laki termasuk
dosen yang di tahan terlebih dahulu dan dimintai penjelasan lebih lanjut oleh
petugas imigrasi yang berwenang. Hal ini tentu
merupakan salah satu bagian dari budaya kedisiplinan yang diterapkan di Negara
tersebut, ini perlu demi menjaga stabilitas Negara. Sumber daya manusia yang
kompeten sangat mempengaruhi keberlangsungan kedisiplinan yang telah membudaya
di Negara tersebut.
Prasangka dan stereotip tidak dapat
terlepas dari dalam diri individu. Toleransi antar budaya amat sangat
diprioritaskan dalam menjalin hubungan. Tujuannya tentu demi mencegah timbulnya
hal-hal yang dapat merusak stabalitas suatu Negara. Aspek kognitif, afektif dan
konatif berperan banyak dalam hal semacam ini.
Saya
memperhatikan budaya orang-orang asing yang ada di imigrasi. Saat mereka
selesai di cek di imigrasi ataupun saat pertama datang mereka berlari-lari
dengan cepat. Kebudayaan orang asing disana yaitu mereka sangat menghargai yang
namanya waktu. Bisa di bilang time is money.
3.
Merlion
Park, Singapura
Setibanya
di Singapura, kami sempat kesasar karena sopir bis kami berasal dari Malaysia.
Kami juga sempat di tegur oleh orang Singapore karena kami salah jalan. Budaya di Singapore sangatlah tertib dan
displin sehingga membuat Negara ini menjadi maju dan hebat. Kami
mendapatkan tourguide baru saat di
perjalanan. Kami berpisah dengan tourguide
Khrisna saat di rest area sebelumnya. Setelah bertemu tourguide baru kami langsung
mengunjungi Merlion Park, yakni ikon utama dari Negara Singapura (Ikan
berkepala Singa). Di sini tentu wawasan
budaya selalu siap siaga, karena bermacam-macam orang akan kita temui dari
berbagai macam kebudayaan. Sikap toleransi yang meliputi ketiga aspek sikap
yakni kognitif, afektif,dan konatif harus selalu ada dibawah kontrol kita.
Kami diberi waktu kurang lebih satu jam untuk berfoto di tempat itu. Menyimak
cerita awal yang dipaparkan oleh tourguide
kami yaitu Mrs. Kalsum bahwa Singapura adalah Negara yang ketat dengan
kedisiplinan dan sangat menghargai setiap tetesan air, karena Singapur
merupakan Negara yang tidak memiliki Sumber Mata Air, pertanian, perkebunan,
dll. Jadi untuk kesehariannya, Negara
tersebut membeli atau mengimpor air dari Malaysia dan Indonesia. Harga per satu
botol air siap minum bisa mencapai 1 Dollar Singapura atau setara dengan 10.000
rupiah serta beras ataupun hasil perkebunan pun di impor dari Negara tetangga.
Negara
sekecil itu yang tidak memiliki apapun
dalam sector Sumber Daya Alam dibanding Indonesia yang kaya akan SDA
dapat bergerak maju bahkan sangat maju daripada Indonesia sendiri. Ini karena kebudayaan kedisiplinan yang
telah melekat dalam karakter bangsa Singapura menjadikan Singapura sebagai
Negara yang miskin Sumber Daya Alam namun sangat kaya akan Sumber Daya Manusia
yang berkualitas.
Dalam bekerja mereka mengandalkan
bukan hanya tenaga tetapi pengetahuan intelektual yang telah maju. Sistem
perekonomian mereka mengandalkan investor-investor dari luar sehingga pegawai
di Singapura tidak boleh melakukan demo untuk menuntut apapun karena bisa
membuat investor lari dari Singapura, ungkap Mrs. Kalsum.
4.
Restoran Viesta, Singapura
Restoran ini
merupakan ini merupakan sebuah restoran franchise-an
yang juga menyediakan menu khas Indonesia. Dimana pelayannya juga selain
berbahasa Inggris mereka juga pandai dalam berbahasa melayu Malaysia. Ini menunjukkan bahwa keprofesionalitasan
seorang pelayan restoran tidak kalah dengan profesi lain, dan juga saling
menghargai budaya satu sama lain menjadi kunci bagi kekompakan mereka dalam
bekerja.
Kami singgah ke
restoran itu beberapa saat untuk makan siang bersama. Selepas makan siang, kami
kembali menaiki bis untuk melanjutkan perjalanan, namun sesampainya di
parkiran, bis kami di datangi oleh Polisi Singapura dan langsung memotret
bis-bis kami yang sedang parker. Sontak semua crew perjalanan kami langsung menghampiri Polisi itu untuk meminta
maaf dan keringanan hatinya untuk mempersilahkan kami keluar. Ternyata kami
menyalahi aturan Negara tersebut, kami seharusnya tidak boleh parker di tempat
itu, padahal tempat itu kosong. Tapi yang namanya peraturan ya harus ditaati.
Namun setelah bernegosiasi akhirnya kami dilepaskan.
Polisi
tersebut menunjukkan toleransi kepada kami selaku pendatang yang tidak
mengetahui apa-apa. Stereotip tentu ada di dalam benak kami terhadap perlakuan
polisi tersebut. Namun kesigapan dan kecekatan polisi tersebut dalam menangkap
orang-orang yang menyalahi aturan membuat saya terkesima, itulah kedisiplinan
yang sudah membudaya di Negara tersebut yang menjadikannya sebagai tonggak
kesuksesan bagi Negara Singapura.
5.
Chinatown,
Singapura
Setelah
kami semua makan siang, kami beranjak ke salah satu tempat yang disebut
Chinatown. Chinatown merupakan salah satu pusat perbelanjaan di Singapura yang
menyediakan oleh-oleh khas Singapura dengan harga yang bersahabat. Sepintas
cara dagangnya sama seperti di Indonesia. Seperti
namanya mayoritas disini yaitu orang Cina dan adat kebiasaannya pun seperti
orang Cina tempat makannya menjual babi yang sering di makan orang Cina. Budaya
Cina sangat terlihat dari fisik wilayahnya yang penuh dengan warna merah dan
tulisan-tulisan Cina yang ciri khas.
6.
Kampung Bugis, Singapore
Setelah dari Chinatown kami dibawa lagi kepusat
perbelanjaan kedua yakni Kampung Bugis yang terkenal dengan harga yang murah.
Karena kami tidak terlalu banyak berbelanja di Chinatown, kami berbelanja
oleh-olehnya di Kampung Bugis ini. Harga yang lebih murah dan lebih banyak
pilihan yang menjadi keuntungan lebih berbelanja di tempat ini. Kebersihan
lagi-lagi menjadi nilai plus bagi tempat-tempat di Negara ini.
Dalam proses
penegendalian diri kita harus bisa mengetahui yang namanya kebutuhan dan
kemampuan kita untuk memenuhinya. Disini saat saya belanja saya harus
mengendalikan diri saya dan menggunakan kognitif saya dalam memperhitungkan apa
yang akan saya beli baik dari harga dan kualitasnya. Hal seperti itu disebut
dengan manajemen diri.
7.
Universal
Studio, Singapore
Selesai
berbelanja kami langsung menuju ke tempat kunjungan terakhir kami di Singapore yaitu
Universal Studio yang terletak di
Pulau Sentosa, Singapura. Kami tidak memasuki wahana permainan, tapi hanya
berfoto-foto di depan miniatur dunia dengan tulisan Universal Studio. Disana
kami bertemu orang-orang dari segala macam kebudayaan. Budaya cara berpakaian yang mereka tunjukkan pun berbeda-beda sesuai
asal mereka, selain itu gaya dan cara mereka berbicara pun mencirikhaskan
budaya mereka masing-masing, ini adalah pengetahuan yang disebut lintas budaya.
Setelah itu kami diajak oleh tourguide kami untuk menaiki monorel,
yakni kereta listrik sebagai alat transportasi yang ada di dalam Universal
Studio.kami memadati dua gerbong kereta. Mereka penduduk asli tidak keberatan
untuk berdiri selama berada di dalam kereta dengan sedikit desak karena kami.
Ada salah satu dari mereka ketika kami turun, dia mengucapkan “goodbye” lantas saya pun menjawab dengan
mengatakan hal yang sama, kemudian kami dan mereka hanya tertawa kecil sembari
berpisah.
Keramahtamahan
dalam menjalin komunikasi antar budaya merupakan aspek penting yang harus
berada di dalamnya. Sikap acceptance ditunjukkan olehi penduduk local terhadap
kami sebagai pendatang. Namun untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik
sangat diperlukan waktu yang memadai. Dalam komunikasi tidak hanya di lihat
dari verbalnya tetapi juga nonverbalnya yang menunjukkan budaya seseorang dalam
berkomunikasi.
8.
Pelabuhan,
Singapore
Perjalanan
kami pun berakhir di Universal Studio. Kami melanjutkan perjalanan ke
pelabuhan. Tiba di Pelabuhan Singapura sekitar pukul 06.00 waktu setempat.
Disana saat saya menunggu bersama yang lainnya saya berinteraksi dengan seseorang
yang sedang menunggu kapalnya datang. Ia ternyata orang Palembang juga tetapi
sekrang menetap di Batam dan bekerja di Singapore bagian perancang kapal. Komunikasi antara kami sangat baik karena
budaya yang sama mempengaruhi proses interaksi kami.
Setelah
beberapa saat kemudian kami siap untuk memasuki Kapal Ferry untuk menyebrang ke
Pulau Batam. Pemeriksaan di pelabuhan sama ketatnya seperti awal kami datang ke
Singapore. Di saat itu kami mencoba
mengikuti budaya cepat orang asing dengan berlari karena waktu sangat berharga
bagi mereka. Menghargai waktu itu sangat di utamakan bagi orang asing.
9.
Pelabuhan,
Batam
Setibanya
kami semua di Batam, rasa lelah telah terasa di tubuh kami. Tetapi kami tetap
semangat dan senang karena dapat mengaktifkan mobile data yang selama ini berada pada posisi non aktif karena
tidak mendapat sinyal provider kartu dari Indonesia. Keluar dari pelabuhan kami
pun telah ditunggu oleh pihak travel dan bis di halaman parkir. Saat itulah
kami mulai bisa menghubungi keluarga kami masing-masing.
10.
Rumah Makan Bunda, Batam
Keluar
dari pelabuhan, tidak jauh dari situ kami mampir ke Rumah Makan Bunda, yakni
rumah makan yang menyediakan masakan khas Bandung. Sebelum menuju hotel kami
pun makan malam bersama terlebih dahulu. Setelah menempuh lamanya perjalanan
kami langsung mengisi tenaga kami kembali dengan makan hidangan yang telah di
sajikan. Makanan yang di sajikan sangat cocok dengan lidah kami sehingga kami
sangat menikmati makan malam tersebut. Tenaga kami pun mulai kembali setelah
makan malam. Setelah makan lanjut lagi perjalanan kami menuju hotel.
11.
Hotel Kolekta, Batam
Saat
kami sampai kami di sambut oleh pihak hotel lalu kami menunggu sebentar di
lobby untuk membagi kunci kamar. Seperti di Malaysia saya sekamar dengan
Ferdina Sari. Setelah dapat kunci kami masuk kamar langsung membereskan isi
koper lalu membersihkan diri dengan mandi dan selesai itu kami istirahat.
·
HARI
KELIMA (5 MARET 2015)
1.
Jembatan
Barelang, Batam
Pagi
hari kami bangun pukul 05.00 waktu setempat lalu bersiap-siap dan sarapan di
lantai bawah lalu check out dari hotel dan menuju tempat wisata dan tempat
belanja di batam. Dari hotel kami langsung menuju ke salah satu ikon Pulau
Batam yakni Jembatan Barelang. Jembatan
Barelang (singkatan dari Batam,
Rempang, dan Galang) adalah nama
jembatan yang menghubungkan pulau-pulau yaitu Pulau
Batam, Pulau Tonton,
Pulau Nipah,
Pulau Rempang,
Pulau
Galang dan Pulau Galang Baru.
Masyarakat setempat menyebutnya "Jembatan Barelang", namun ada juga
yang menyebutnya "Jembatan Habibie", karena dia yang memprakarsai
pembangunan jembatan itu untuk menfasilitasi ketiga pulau tersebut yang
dirancang untuk dikembangkan menjadi wilayah industri di Kepulauan
Riau.
Ketiga pulau
itu sekarang termasuk Provinsi Kepulauan
Riau.
Berbeda dengan tempat-tempat wisata
yang kami kunjungi sebelumnya di Negara tetangga. Jembatan Barelang terlihat
belum begitu bersih, masih banyak sampah berserakan, dekorasi eksterior yang
tidak begitu teratur dan kusam. Perbedaan
ini sangat terlihat jelas, sumber daya manusia yang memiliki dan tidak memiliki
budaya baik kebersihan, ketekunan, kedisiplinan, dll maka akan menampilkan
produk yang berbeda pula.
Budaya
disetiap Negara berbeda-beda tetapi ada hal positif dan negative yang terdapat
dalam unsur budaya tersebut.
2.
Nagoya
Lama dan Nagoya Hill, Batam
Setelah
puas kami berfoto di jembatan Barelang kami menuju ke Pusat perbelanjaan Nagoya
lama, di sana kita bisa membeli produk bermerk berkualitas tinggi namun dengan
harga yang relative murah. Proses
transaksi menjadi lebih mudah karena antar kami dan pedagang tidak memiliki
hambatan berupa lintas budaya, baik bahasa atau mata uang. Toko disana rata-rata di isi oleh penjual
yang berasal dari Cina. Orang-orang Cina tetap banyak yang berbisnis di setiap
Negara di Asia ini.
Setelah
berbelanja disana kami berpindah tempat ke Nagoya Hill, ini merupakan pusat
perbelanjaan yang menyediakan barang-barang dengan kualitas standar yang
ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Kami disana membeli coklat, baju,
tas, mainan dengan harga yang relative lebih murah.
Memiliki latar belakang budaya yang
sama, bahasa yang sama, mata uang yang sama, maka tidak terlalu memberikan
hambatan bagi kami untuk berkomunikasi dan melakukan proses transaksi dengan
para pedagang di tempat itu. Interaksi kami pun lebih mudah di pahami satu sama
lain seperti komunikasi dua arah yang saling mengerti (stimulus-respon).
3.
Bandar
Udara Internasional Hang Nadim, Batam
Setelah
selesai berbelanja, makan siang di salah satu Rumah Makan Padang di Pulau
Batam. Setelah selesai makan dan Sholat, kami menuju Bandara untuk kembali ke
Palembang. Sesampainya di Bandara kami langsung check in serta menaruh tas kami
untuk di masukkan ke bagasi dan antri untuk masuk ke ruang tunggu bandara. Belajar dari budaya disiplin yang telah
diterapkan di Negara Malaysia dan Singapore, kami pun berusaha mengimitasi
sedikit demi sedikit dalam menunggu jadwal keberangkatan menuju Palembang. Kami
take off pukul 04.00 WIB dengan
menggunakan Pesawat Citilink menuju ke Palembang.
4.
Bandara
Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang
Pesawat
kami mendarat Pukul 05.00 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II,
Palembang. Sepulang dari Praktik Lintas Budaya keesokan harinya kami harus
melaksanakan aktivitas perkuliahan seperti biasanya.
Dalam interaksi lintas budaya pendekatan etik berupa
perilaku baik berdasar norma, sopan, santun dan bersikap umum juga menjadi
faktor penting dalam kesuksesan membangun interaksi dengan lawan bicara dengan
latar belakang budaya yang berbeda. Budaya bukan sekedar adat-istiadat,
pakaian, bahasa, logat, ras, dan lain-lain, namun budaya juga menyangkut
kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dilakukan sehari-hari demi tercapainya
tujuan dan kesuksesan dalam memajukan hidup. Membudayakan kebiasaan baik dalam
diri dapat mengantarkan diri menjadi pribadi dengan karakter dan produk yang
hebat.
Budaya yang positif bukan hanya saya ketahui atau
pelajari tapi berusaha saya implementasikan dalam diri saya agar saya sebagai
calon konselor memiliki jiwa yang profesional, memiliki kompetensi, dan
berbudaya yang lebih baik dalam membantu masalah yang di hadapi klien kita.
Wawasan akan budaya, teknologi, dan bahasa sangat di
perlukan guna untuk menjalankan tugas dan kewajiban sebagai konselor dengan
sesuai zaman yang telah modern dan maju ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar