Selasa, 17 November 2015

Jurnal Perjalanan Praktik BKLB (Belajar Sambil Liburan)

                                          Malaysia, Singapore, Batam (Indonesia)          

            Perjalanan praktik bimbingan dan konseling lintas budaya ini memiliki salah satu tujuan yaitu Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling  adalah pelayanan bantuan yang menggunakan kaidah-kaidah psiko-pedagogis yang berbingkai budaya. Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling ini menempatkan budaya menjadi bidang kajian bagi bimbingan dan konseling. Kajian tentang budaya ini sangat penting karena para konseli atau klien adalah individu-individu maupun kelompok yang berasal dari latar belakang  budaya yang berbeda-beda, seperti Budaya Jawa, budaya Melayu Jambi, Melayu Riau, Melayu Minangkabau, Melayu Deli di Sumatera Utara, dan budaya Melayu di Sumetera Selatan. Sudah barang tentu keberadaan budaya melayu di Indonesia sedikit banyak sudah berasimilasi dengan budaya lain di Indonesia. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempelajari, memahami, menghayati keberadaan budaya melayu ini termasuk budaya melayu di Malaysia. Selain itu dengan mempelajari budaya di Malaysia, maka wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap mahasiswa tentang budaya melayu menjadi lebih luas dan komprehensif. 

 
Dalam praktik ini di ikuti oleh 93 (Sembilan Puluh Tiga) orang, terdiri dari mahasiswa angkatan tahun 2012 sebanyak 78 orang mahasiswa (48 Mahasiswa Indralaya, 29 Mahasiswa Palembang, 1 Mahasiswa Angkatan 2010 kelas Indralaya), 11 orang dosen, 1 orang pegawai administrasi, dan 3 orang pendamping lainnya.
Terdapat 8 kelompok besar yang beranggotakan campuran antara mahasiswa kelas Indralaya dan kelas Palembang serta setiap kelompok memiliki dosen pembimbing masing-masing. Hal tersebut bertujuan agar semuanya terkoordinir dengan baik seperti saat perjalanan disana dan saat pembuatan / pengumpulan laporan praktik bimbingan dan konseling lintas budaya tersebut.


·        HARI PERTAMA (MINGGU, 1 MARET 2015)
1. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
                       
Perjalanan awal kami yaitu menuju ke Malaysia. Sebelum perjalanan dimulai kami berkumpul tepat jam 07.00 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, seperti yang di jadwalkan. Kami berkumpul di depan bandara dekat pintu masuknya. Banyak keluarga dari setiap mahasiswa ikut mengantar ke bandara, disanalah kami untuk pertama kalinya bertemu dan berbicara bersama keluarga dari teman-teman mahasiswa bimbingan dan konseling baik dari kelas Indralaya maupun Palembang. Saat di bandara saya berkenalan serta mengajak berbicara orang tua teman-teman saya dan juga bercerita dengan teman saya. Dalam proses interaksi saya dengan orang tua teman saya serta teman-teman saya tersebut, kami saling berbagi informasi yang di ketahui tentang perjalanan yang akan kami tempuh serta orang tua saya dan  orang tua teman saya menyampaikan nasihat yang berguna untuk saya disana, hal tersebut bisa di namakan komunikasi interpersonal yang mana komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap orangnya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.
            Setelah beberapa lama kami menunggu di depan bandara, tiba saatnya kami masuk untuk check in bagasi di dalam bandara. Disini etika dalam proses untuk masuk kedalam bandara secara mengantri masih diterapkan serta saling menghargai sesama manusia juga masih terlihat. Saat mau masukpun etika menghormati orang tua dan berpamitan sebelum pergi masih terlihat yang di tunjukkan oleh teman-teman saya dan saya terutama. Kekeluargaan sangat terlihat hangat saat waktunya kami memasukkin bandara, perpisahan sementara untuk melaksanakan praktik kuliah ini membuat cinta kasih antara orang tua, keluarga kepada anak-anaknya semakin erat terasa. Untuk beberapa saat kami menunggu lagi di lantai dua bandara. Selagi para pihak travel dan panitia di lantai satu mengurusi bagasi kami, kami memanfaatkan waktu untuk mengabadikan setiap moment kami di bandara dengan berfoto bersama dosen, sahabat, dan teman-teman dari kelas yang berbeda dengan kami.
            Tibalah pukul 09.20 WIB kami take off menuju Kuala Lumpur International Airport, Malaysia. Saat di dalam pesawat saya masih melihat sikap saling menghargai, sikap saling menghormati, dan sopan santun sesama walaupun dengan orang yang tidak di kenal seperti jika ingin lewat masih mengucapkan kata permisi (excuse me) dengan tersenyum dan setiap orang memperhatikan pramugara/i memberikan informasi.


2.     Kuala Lumpur International Airport, Malaysia

            Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam sekitar pukul 11.00 waktu setempat akhirnya kami sampai di Kuala Lumpur International Airport/KLIA adalah bandara internasional utama Kuala Lumpur, Malaysia yang terletak di Sepang, negara bagian Selangor dengan kode IATA KUL. Bandara ini memiliki slogan "Bringing the World to Malaysia and Malaysia to the World" dan juga bandara ini merupakan pangkalan untuk Malaysia Airlines dan Air Asia. Saat tiba suasana disana sangat berbeda dari sebelumnya, disana mulai terlihat budaya yang berbeda dan orang-orang yang berbeda-beda Negara satu sama lain melakukan interaksi. Setelah turun dari pesawat kami langsung menuju ke pihak imigrasi di dalam bandara tersebut, disana kami disambut oleh pegawai bandara yang berbahasa melayu, saat itu kami langsung berusaha menyesuaikan diri dengan bersikap ramah, sopan santun, serta berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan Melayu yang kami ketahui. Pada saat itu proses lintas budaya pun terjadi baik dalam berkomunikasi dan bersikap. Bahasa yang digunakan satu sama lain berbeda walaupun ada sedikit-sedikit yang memiliki makna sama dengan bahasa Indonesia. Saat saya di periksa di bagian imigrasi saya pun tersenyum, dan menyapa  pegawai yang memeriksa passport saya, dia pun merespon saya dengan baik serta membalas senyuman saya, disitu kami berkenalan namanya yaitu Hanifa, ia berumur 21 tahun sama seperti saya tetapi ia telah bekerja di kantor imigrasi. Dia menanyai asal saya dan tujuan kesini dengan bersikap ramah. Walaupun percakapan itu hanya sebentar hal ini menunjukkan bahwa budaya di sana tak terlalu beda jauh dengan di Indonesia yang masih bersikap ramah, dan baik dengan sesama. Saat inilah kita harus melihat nilai-nilai yang umum agar dalam prosesnya tidak timbulnya stereotip dan prasangka-prasangka karena ketidaktahuan kita. Setelah selesai pengecekan passport di bagian imigrasi lalu kami menuju tempat untuk mengambil koper kami. Selagi menunggu koper kami, disana kami pun menggunakan Wifi yang terpasang disetiap sudut bandara yang memberikan kemudahan untuk para pengunjung dalam mengakses internet secara gratis dengan kecepatan yang baik.
Bandara disana telah di dukung dengan segala macam teknologi yang modern dan canggih. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang melekat pada Malaysia dalam hal mempermudah, menyesuaikan dengan zaman, dan pemuasan hati pengunjung sangat diutamakan, mereka memperhatikan dan mensuguhkan setiap detail yang dapat membuat pengunjung dapat dilayani dengan baik, tidak hanya mereka mendapat untung dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan pengunjung, namun mereka juga memberikan keuntungan kepada pengunjungnya dengan setara. Hal ini yang disebut budaya simbiosis mutualisme.
 Didalam bandara pun telah banyak pusat belanja, restoran, serta tempat money changers yang mempermudah para pengunjung disana untuk mengakses apapun yang diperlukan. Ini budaya yang di terapkan di Malaysia untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan di zaman modern ini.
Setelah selesai semua kami menunggu kedatangan tourguide untuk membawa kami ke perjalanan selanjutnya. Kami didampingi oleh dua tourguide, mereka adalah orang India yang telah lama tinggal di Malaysia, bahasa yang digunakan mereka untuk berkomunikasi dengan kami yaitu bahasa Melayu dan Inggris tetapi disampaikan dengan nada khas India. Mereka merupakan tourguide bis 1 dan bis 2. Tourguide  di dalam bis 1 bernama Bala Krishna dan tourguide bis 2 bernama Sameer.
Dalam perjalanan ini kami belajar lebih memahami budaya yang terjadi di sekitar kami, budaya yang muncul bukan saja dari adat istiadat mereka, namun juga dari cara mereka berbicara baik verbal maupun non-verbal, cara kerja mereka, kebiasaan yang sering terjadi, cara berpakaian mereka, sikap / tingkah laku, penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang diharapkan jangan sampai melahirkan stereotip dalam diri yang menghambat kelancaran proses komunikasi dan interaksi.
Saya yang tergabung dalam kelompok 1 bersama kelompok 2, 3, dan 4 bersama beberapa dosen dan pendampingnya mendapatkan bis 1 untuk akses perjalanan di Malaysia dalam beberapa hari. Budaya yang muncul di Malaysia saat itu bahwa disana di dalam bis pariwisata tidak boleh yang namanya kelebihan penumpang baik itu penumpangnya harus berdiri / menggunakan bangku cadangan, jika terjadi hal itu makan polisi disana tak segan-segan langsung menangkap penanggung jawab bis tersebut. Hal itu dilakukan agar dalam proses berlalu lintas akan selalu aman dan nyaman. Sikap tegas dan mematuhi perintah dari kerajaan inilah yang memperlihatkan budaya disiplin di Malaysia.
            Awal perjalanan kami di Malaysia kami diberikan informasi tentang Negara Malaysia yang disampaikan oleh tourguide bahwa Kuala Lumpur atau nama lengkapnya Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, adalah ibu kota dan kota terbesar di Malaysia. Geografi Kuala Lumpur berciri lembah besar yang dikenal sebagai Lembah Klang yang berbatasan dengan Pegunungan Titiwangsa di timur, beberapa pegunungan kecil di utara dan selatan, dan Selat Malaka di barat. Kuala Lumpur terletak di muara antara Sungai Klang dan Gombak.
Terletak di tengah-tengah negeri Selangor, Kuala Lumpur pernah berada di bawah pemerintahan Selangor. Pada tahun 1974, Kuala Lumpur dipisah untuk membentuk Wilayah Persekutuan pertama yang diatur secara langsung oleh Pemerintah Federasi Malaysia. Luas wilayah kota ini adalah 243.65 km2 (94.07 sq mi), dengan rata-rata ketinggian 21.95 m (72.0 ft).
Terlindung oleh Pegunungan Titiwangsa di timur dan pulau Sumatra, Indonesia, di barat, Kuala Lumpur memiliki iklim hutan hujan tropis yang hangat dan cerah, dengan curah hujan yang lebat sepanjang tahun, terutama pada musim muson timur laut dari bulan Oktober hingga Maret.
Bahasa Melayu yang menjadi bahasa nasional, merupakan bahasa utama di Kuala Lumpur. Bahasa lain yang digunakan di kota ini adalah dialek-dialek Kanton, Mandarin, dan Tamil. Bahasa Inggris juga berperan besar sebagai perantara bisnis dan merupakan mata pelajaran wajib di sekolah.
Di Kuala Lumpur, beraneka ragam budaya bercampur, seperti Melayu, Cina, India, Serani, dan juga suku-suku Kadazan, Iban dan suku asli lain dari Malaysia Timur dan Barat. Berdasarkan sensus tahun 2010, orang Melayu merupakan yang terbesar di Kuala Lumpur. Masyarakat Melayu yang mayoritasnya berasal dari Kepulauan Nusantara, membentuk sekitar 44,2% dari keseluruhan penduduk kota. Kebanyakan mereka datang dari Minangkabau, Bugis, dan Jawa. masyarakat Cina berjumlah sekitar 43,2% dari keseluruhan penduduk kota. Orang India membentuk 10,3% dari jumlah penduduk Kuala Lumpur.
Agama Islam merupakan agama terbesar di Kuala Lumpur dengan jumlah pengikut mencapai 46,4% (2010). Agama ini dianut oleh orang Melayu dan sebagian masyarakat India. Agama-agama lain yang dianut di Kuala Lumpur adalah agama Hindu (terutama di kalangan kaum India), Buddha (terutama di kalangan orang Cina), dan Kristen.
Tugas pemerintahan kota menjadi tanggung jawab Dewan Bandaraya Kuala Lumpur, sebuah lembaga di bawah naungan Kementerian Wilayah Persekutuan Malaysia. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Datuk Bandar yang dilantik dengan masa jabatan tiga tahun oleh Kementerian Wilayah Persekutuan. Sistem pelantikan datuk bandar ini berlaku sejak pemilu pemerintah setempat ditunda pada tahun 1970. Sejak Kuala Lumpur menjadi Wilayah Persekutuan pada 1 Februari 1974, kota ini telah dipimpin oleh sembilan orang Datuk Bandar. Datuk Bandar Kuala Lumpur kini adalah Dato' Ahmad Fuad Ismail, yang dilantik pada tahun 2008.
Setelah beberapa lama kami menempuh perjalanan dengan menaiki akhirnya kami pun sampai ke sebuah restoran nusantara yang telah menyajikan makan siang untuk kami semua.

3.     Restoran Lokal Area
Hidangan yang di sajikan untuk kami yaitu makanan yang memiliki cita rasa seperti makanan Indonesia. Makanan di sajikan dengan cara Prasmanan. Pada sejarahnya di tanah jajahan Hindia Belanda, khususnya di Batavia ada tiga macam sebutan untuk orang Perancis yaitu ’prasman’ (dari bahasa Belanda fransman), ’prancis’ (dari kata Français) dan ’didong’ (dari bahasa Perancis dis donc artinya tell me = kasi tahu). Karena lidah kita sulit mengartikulasikan buffet ini, maka gaya penyajian makanan swalayan ini pun diberi nama ’makan prasman’ dan kemudian menjadi ’makan prasmanan’. Sebutan ’prasman’ atau ’didong’ di masa lalu di negeri kita cukup lazim dipakai oleh khalayak ramai, karena tidak sedikit orang Perancis yang bertugas di nusantara berkolaborasi dengan penjajah Belanda sesuai dengan percaturan politik di kawasan Eropa pada masa itu. Siapa menyangka istilah ’prasmanan’ ternyata berasal dari kata Belanda ’fransman’ alias ’orang Perancis’. Ya, inilah keunikan bahasa. Itu lah salah satu budaya yang terlihat saat kami berada di restoran untuk makan siang.
Setelah makan kami pun menunaikan ibadah sholat sholat dzuhur yang dijama’ ke sholat ashar di mushollah restoran tersebut. Perjalanan kami pun di mulai lagi menuju Genting Higland.

4.     Genting Higlands

Seperti biasanya setiap perjalanan tourguide kami memberikan informasi tentang sejarah tempat wisata yang akan kami kunjungi. Hal ini dimaksudkan agar kami mengetahui akan budaya serta sejarah tempat-tempat di Malaysia yang berfungsi bagi kami yang memiliki budaya melayu yang hampir sama walaupun banyak yang berbeda pula. Ini membantu kami dalam proses Bimbingan dan Konseling Lintas Budaya. Sekitar pukul 14.00 waktu setempat kami menuju ke Genting Higlands.
Dalam perjalanan, tourguide kami Khrisna bercerita tentang Genting Highlands yaitu puncak gunung dari pegunungan Titiwangsa di Malaysia serta menjadi tempat resort terkenal dengan nama yang sama. Genting Highlands didirikan oleh Lim Goh Tong yang berasal dari Fujian, Cina pada awal tahun 1960-an. Menurut cerita yang di sampaikan oleh tourguide kami Lim Goh Tong merupakan perantau miskin dari Cina dimana dia memilih untuk merantau ke Malaysia karena merasa aneh terhadap masyarakat Malaysia yang menurutnya dengan mudah dapat makan tiga kali sehari, sedangkan dia dan keluarganya di Cina hanya dapat makan satu kali seminggu. Dan pada akhirnya ia memilih untuk berhijrah ke Malaysia di usia 20 tahun, di Malaysia Goh Tong menjumpai pamannya. Paman Goh Tong adalah kontraktor lokal. Dari sinilah Goh Tong mempelajari seluk beluk bisnis kontraktor. Goh Tong memula pekerjaan awalnya dengan menjadi kuli bangunan.
Karena kegigihan Lim Goh Tong, pamannya mengangkatnya menjadi mandor. Sampai suatu saat ada rekan kerjanya yang mengajak goh tong berbisnis jual beli alat berat. Selain menjadi mandor, Goh tong juga berjual beli alat berat. Suatu hari ia bersama dengan teman-temannya menaiki pegunungan di Malaysia bagian timur. Tercetuslah ide briliant. Aku harus membangun tempat peristirahatan disini, begitu gumamnya dalam hati. Dia mengajak teman-temannya tetapi semua temannya menolak bekerja sama. Jadilah ia seorang diri yang mengerjakan idenya. Tentunya dibantu karyawan yang memang sudah lama bekerja dengannya selama ini.
Tujuh tahun membangun resort akhirnya selesai juga. Resort akhirnya beroperasi. Dari kerja keras Lim Goh Tong akhirnya membawa ia menjadi konglomerat sukses yang ternama di Malaysia hingga ke seluruh dunia.
Dari cerita tersebut kita mengetahui bahwa bukan hanya budaya melayu yang bisa kita peroleh dan dapatkan, namun juga budaya Cina, dimana yang kita ketahui bahwa orang-orang Cina adalah pribadi yang tekun, ulet, cerdas, dan bekerja keras dalam melakukan sesuatu terutama bisnis. Maka kita sebagai calon konselor harus belajar untuk menjadi pribadi yang kuat, tekun, ulet, berkerja keras, dan tidak mudah putus asa dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang akan kita pegang nantinya. Kita juga harus menjadi pribadi yang cerdas dalam membantu konseli/klien kita nantinya. Proses yang dinamakan proses imitasi untuk menjadi pribadi konselor yang profesional dan memiliki kompetensi.
Di Genting Highlands kami di ajak menggunakan Cable Car yang diinformasikan bahwa transportasi tersebut merupakan yang terpanjang se-Asia Tenggara. Untuk mencapai Genting Highlands Station membutuhkan waktu kira-kira 10-15 menit. Pengalaman pertama kami berada diketinggian yang dibawahnya hutan belantara dengan menggunakan Gondola, di tengah-tengah hutan belantara terdapat ukiran tulisan Genting Skyway. Bagi kami sesuatu pengalaman yang tidak dapat terlupakan, pemandangan langin serta hijaunya hutan bersama angin sejuk memberikan kami sensasi tersendiri dalam peneman perjalanan menuju Genting Higlands Station.  
Budaya yang erat terlihat saat perjalanan pergi dan pulang di Genting Highlands menunjukkan akan banyaknya budaya Cina yang terdapat disana baik dari tempatnya, rumah, restoran, serta orang-orangnya. Ini menunjukkan perpaduan budaya yang timbul akibat adanya proses asimilasi yang terjadi, karena di tempat tersebut dulunya banyak imigran-imigran yang berasal dari Negeri Cina, yang pada akhirnya masyarakat asli di daerah tersebut yang tinggal memiliki budaya bercampur baur dan cenderung mengikuti kebudayaan Cina itulah proses asimilasi yang timbul apabila terdapat golongan-golongan manusia yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, saling berinteraksi dan bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang lama, dan kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas menjadi unsur-unsur kebudayaan yang baru, yang berbeda dengan aslinya. Hal itu juga bisa dikarenakan faktor pemilik Genting Highlands berasal dari kebudayaan Cina yaitu Lim Goh Tong.

5.     Restoran Cina

Setelah semuanya selesai kami menuju ke restoran di Kuala Lumpur. Pada saat itu sekitar pukul 19.00 waktu setempat sekitar satu jam lebih menuju ke Kuala Lumpur. Suasana perjalanan masih terang padahal waktu telah menujukkan waktu malam. Waktu Malaysia berbeda satu jam dengan Indonesia.
Kebudayaan yang terlihat pada saat perjalanan menuju restoran di Kuala Lumpur, tempat kami makan malam terlihat banyaknya kebudayaan Cina disana mulai dari suasana daerahnya, restoran, dan tempat-tempat di sekitar sana yang mengusung karakteristik Cina.
Tiba kami di restoran Cina untuk makan malam, makanannya belum dihidangkan di atas meja. Meja masih kosong tak ada apapun termasuk piring dan sendok. Saat kami mulai masuk kami di sambut dengan ramah, lalu kami duduk di kursi masing-masing dan pertama kami disuguhi minuman air putih yang di tuangkan langsung oleh pelayan di sana ke dalam gelas kami satu per satu. Mulai piring dan sendok di tata rapi di meja, Lalu makanan mulai dihidangkan satu per satu di atas meja. Setiap minuman kami habis pelayan langsung mengisi gelas kami yang kosong. Itulah budaya cara melayani pelanggan di restoran Cina. Proses lintas budaya dalam 1 hari perjalanan kami sudah banyak yang terlihat dan terasa.

6.     Hotel Dynasty, Kuala Lumpur, Malaysia

Perjalanan dihari pertama berakhir di hotel Dynasty tempat kami beristirahat setelah seharian berkeliling-keliling di Malaysia dan menikmati wisata yang dimiliki Negara ini. Sebelum kami memasuki kamar masing-masing, kami menunggu di lobby untuk pembagian teman sekamar dan kamar nomor berapa kami. Kami berdiri di lobby untuk beberapa waktu dengan ramainya kami, pegawai dan pengunjung lainnya di hotel tersebut tetap menghargai dan bertoleransi kepada kami. Sikap saling menghargai dan bertoleransi tersebut ialah budaya yang baik dalam berinteraksi dengan sesama.
Beberapa waktu setelah menunggu kami mendapatkan kamar dan saya sekamar dengan teman sekelas saya yaitu Ferdina Sari. Kami menempati kamar nomor 1115. Saat awal memasuki hotel ini dan menuju kamar kami di lantai 11 mulai timbul yang namanya prasangka karena melihat fisik dari hotel ini sedikit menyeramkan dan sepi sunyi. Prasangka ini adalah salah satu penghambat dalam kita mengenal dan beradaptasi secara baik. Budaya yang tercampur prasangka akan menghambat sebuah proses interaksi dan pertukaran informasi dalam pengembangan budaya yang ada. Cara yang terbaik untuk mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan kontak dengan mereka pegawai disana, mencari informasi tentang kondisi di sana, dan berani menghadapi apapun itu. Maka kita akan tahu dan prasangka akan hilang dengan begitunya.  Sesampainya di dalam kamar kami pun langsung membereskan barang-barang, membersihkan diri kami, sholat maghrib dan isya, setelah itu kami langsung istirahat tidur agar esok pagi bisa bangun dengan segar dan penuh energi.
Tepat keesokan paginya kami bangun pukul 05.00 waktu setempat. Kami langsung mempersiapkan diri untuk menjalankan agenda pada hari kedua kami di Malaysia. Sebelum kami pergi untuk melakukan kunjungan, kami pun sarapan terlebih dahulu. Kami sarapan di restoran hotel lantai 2. Kebiasaan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum menjalankan aktivitas sangat diperlukan karena dengan sarapan bisa meningkatkan keterampilan kognitif otak, meningkatkan konsentrasi, menjadi energi yang meningkatkan afektifitas, dan psikomotorik kita menjadi lebih aktif, mengembalikan metabolisme tubuh, dan membuat mood kita menjadi lebih baik dengan begitu kita menjalankan aktifitas dengan penuh semangat dan kekuatan yang optimal. Budaya sarapan yang seperti ini tetap di terapkan di Malaysia. Makanan dan minuman yang dihidangkan untuk sarapan beberapan macam varian jenis sarapan dari setiap negara seperti di sajikannya nasi lemak serta lauk pauk karena kebiasaan orang Asia sarapan nasi ditemani lauk pauknya (4 Sehat, 5 Sempurna), ada juga sereal dengan susu, sosis, kentang, macam-macam roti beserta selai, roti canai, ada juga minuman yaitu susu, kopi, jus, air putih, dan teh. Disinilah terlihat dari segi sarapan pun sikap menghargai kebiasaan makanan dari setiap negara di sediakan disini agar tidak timbulnya stereotyp ataupun prasangka yang bisa menghambat pemahaman akan lintas budaya yang terjadi.
Pagi hari setelah sarapan kami langsung menuju bis untuk perjalanan ke Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA), PutraJaya, Malaysia tetapi sebelum berangkat terjadi suatu kejadian yaitu ada teman kami yang terlambat bangun, mereka tidak siap pada waktu yang telah ditentukan yang akhirnya membuat teman-teman yang lain menunggu terutama para dosen.
Dalam proses lintas budaya diharapkan kita memiliki kedisiplinan agar keberlangsungan acara bersama berjalan dengan lancar. Disini kaitannya dengan budaya adalah kedisiplinan seharusnya sudah menjadi budaya bagi setiap orang dimanapun ia berada, disiplin di tempat asal dan apalagi bertamu ke tempat orang lain. Tak lama dari situ kami pun berangkat di tengah-tengah perjalanan bis kami mampir terlebih dahulu ketempat pengisian bahan bakar. Disana saya mengamati bahwa tidak ada orang yang menjaga/ melayani orang untuk membeli bahan bakar kendaraannya. Budaya disana pembeli melayani sendiri untuk mengisi bahan bakar kendaraannya setelah itu mereka membayarnya ke sebuah toko yang berada tepat di dekat tempat pengisiannya. Budaya yang mandiri dan saling mempercayai di terapkan di Malaysia.
Perjalanan kami menuju ke Putra Jaya untuk mendatangai Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) diiringi dengan cerita sejarah tentang bahwa ibu kota pemerintahan Malaysia tidak lagi Kuala Lumpur tetapi sekarang menjadi Putra Jaya. Hal itu dikarenakan Melihat kota Kuala Lumpur yang kian hari kian padat, membuat Perdana Menteri saat itu disekitar tahun 1994 merencanakan untuk memindahkan ibukota pemerintahan Malaysia keluar dari kota Kuala Lumpur. Maka pada tahun 1995 di bulan April dimulailah pembangunan tersebut di sebuah kawasan bekas perkebunan kelapa sawit, 25 kilometer dari kota Kuala Lumpur. Di atas lahan seluas 4.931 hektar inilah dibangun sebuah kota bernama Putrajaya yang diambil dari nama Perdana Menteri pertama Malaysia yaitu Tuanku Abdul Rahman Putra Al-Haj. Malaysia memindahkan ibukota pemerintahannya pada tahun 1999. Dan Indonesia sampai saat ini masih dalam bentuk wacana, sedangkan Malaysia sudah melaksanakannya.
Kota Putrajaya dibangun dengan filosofi Human to human, Human to nature serta Human to God. Human to human yang artinya pembangunan kota Putrajaya harus mencakup hubungan antara manusia dengan manusia. Maka di Putrajaya bukan hanya dibangun fasilitas perkantoran saja tapi juga dibangun perumahan-perumahan baik itu apartemen, townhouse, serta kondominium yang diperuntukkan hanya untuk pegawai-pegawai negeri mereka dengan fasilitas peminjaman yang sangat murah. Sehingga diharapkan pegawai negeri mereka tidak terlalu jauh dari tempat mereka bekerja, dan tidak ada alasan untuk terlambat masuk kerja dengan alasan macet di jalan.
Sedangkan filosofi Human to nature adalah pembangunan kota ini tidak melupakan konsep pelestarian alam sekitar. Akan banyak didapati pohon-pohon di seluruh kota Putrajaya ini, sehingga membuat kota ini tidak menjadi gersang. Karena kota ini dibangun pada bekas perkebunan kelapa sawit maka suhu udara disekitar adalah sangat panas adanya, sehingga dibuatlah sebuah danau buatan yang mengelilingi kota Putrajaya. Danau buatan ini bebas dari sampah dan harus sesuai dengan standar ISO. Di kota ini juga dibangun sebuah taman botani yang ditanami sekitar 7000 species tanaman dari seluruh dunia yang diperuntukan bukan hanya khusus untuk pendidikan dan penelitian tetapi juga pariwisata.
Sedangkan filosofi Human to God adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Agama utama di Malaysia adalah Islam. Sehingga prioritas utamanya adalah pembangunan mesjid raya yang diperuntukkan bagi umat muslim untuk bersembahyang dan berinteraksi antar sesama muslim. Mesjid raya ini dapat menampung sekitar 15.000 umat.
Sekilas kota Putrajaya adalah sebuah kota yang sangat teratur dan bersih. Walaupun pada hari kerja, jalanan tidak begitu macet. Kantor-kantor pemerintahan berbaris dengan teratur dalam satu komplek dari Departemen Keuangan, Mahkamah Agung serta perkantoran lainnya.


·         HARI KEDUA (SENIN, 2 MARET 2015)

1.     Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA), PutraJaya, Malaysia

Kunjungan kami kesana untuk mengikuti kuliah umum bersama Dr. Abdul Jalil Hasan dan Prof. Dr. Abdul Halim Mohd Hussin. Pada awalnya saat kami sampai disana kami telah di sambut dengan baik dan hangat. Kami di ajak masuk ke sebuah ruangan untuk kuliah umum sedangkan para dosen kami dijamu terlebih dahulu untuk makan dan untuk lebih dekat lagi. Saat para dosen dijamu di ruangan berbeda, kami disambut juga oleh salah satu pegawai disana. Kami di ajak berinteraksi, disinilah lintas budaya pun muncul dan kami rasakan mulai dari lintas budaya berbasis bahasa, cara berbicara, sikap, dan persepsi. Interaksi itu di buat semenarik mungkin sehingga kami nyaman berada disana. Kami juga banyak bertukar pikiran tentang bahasa. Hal ini perlu dilakukan agar terhindar dari bias budaya yang dapat mengakibatkan kesalahpahaman dalam menginterpretasikan suatu bahasa yang dikomunikasikan agar lebih jelas dan di mengerti maknanya.
Tata cara budaya menyambut tamu disana memberikan sebuah kenyamanan dan kehangatan untuk tamu yang datang kesana. Inilah salah satu budaya yang di terapkan disana dengan bersikap ramah dan baik dengan orang lain disana akan menciptakan hubungan dan komunikasi antar pribadi semakin dekat dan baik (stimulus-respon).
Setelah beberapa saat kuliah umum kami di mulai, kuliah umum pertama kami diisi oleh Dr. Abdul Jalil Hasan yang membahas tentang Bahagian Pengurusan Psikologi. Disana kami mendapatkan sebuah ilmu bahwa sebuah kepedualian dan mengutamakan kepentingan masyarakat yang ditunjukkan dari program kerja dari Jabatan Perkhidmatan Awam JPA itu memperlihatkan akan sebuah budaya yang saling memperdulikan sesama manusia dan alam sekitar. Kami juga di perkenalkan langsung denga jabatan-jabatan dan orang yang bertugas disana. Kegiatan yang pernah di lakukan pun diberi tahu ke kami agar pengetahuan kami tentang kegiatan tentang bimbingan dan konseling yang membantu orang lain / klien tersebut bisa menjadi semangat dan merubah persepsi kami tentang tugas sebagai konselor yang harusnya lebih baik lagi.
Kuliah umum kami yang kedua diisi oleh Prof. Dr. Abdul Halim Mohd Hussin tentang Cross-Cultural Competence in School Counseling Services. Disana kami mempelajari tentang konseling berbasis budaya yang di terapkan di Malaysia. Tugas dan tanggung jawab yang kami pegang sebagai calon konselor sangatlah berat karena berhubungan dengan membantu orang lain, interaksi dengan orang lain, membantu mengentaskan masalah klien, memandirikan klien, dan membantu memperbaiki persepsi dalam diri klien agar bisa memiliki nilai positif dan membuat mereka memimiliki motivasi yang kuat dalam hidup selain itu kita harus juga memahami serta memperhatikan budaya yang ada di sekitarnya ataupun yang dimiliki klien yang bisa mempengaruhi proses bantuan yang kita berikan.
Cara pemberian materi dalam kuliah umum yang beliau sampaikan sangatlah menarik. Beliau melakukan komunikasi dua arah saat memaparkan materinya sehingga kami bisa memahami makna dan arti dari materi yang disampaikan. Disana kami di beri tahu tentang Kompetensi Lintas Budaya adalah Kemampuan untuk berpikir, Merasakan, bertindak dalam cara yang di ketahui, di hormati, dan di bangun diatas ethnic sosial kultur dan keragaman bahasa.
            Setelah kuliah umum kami banyak memahami betapa pentingnya sebuah budaya dalam konseling dan dalam melaksanakan tugas-tugas seorang konselor yang di ungkapkan oleh Prof. Halim sangatlah banyak dan memerlukan sekali kompetensi di dalam diri konselor. Selanjutnya kami di hidangkan makan siang bersama di kantin JPA tersebut.

2.     Masjid Putra Jaya, Malaysia

            Waktu telah menunjukkan siang hari, setelah kami makan siang kami di beri waktu untuk jalan-jalan serta menunaikkan sholat dzuhur disana. Sebelum saya memasuki masjid Putra saya terlebih dahulu foto-foto serta kebawah taman, karena cuaca di Putra Jaya sangat panas saya membeli minuman di toko di bawah taman letaknya di bawah tanah, harga 1 botol minum seharga 2 ringgit selain itu disana ada salah satu pusat perbelanjaan yang menyediakan oleh-oleh khas Malaysia seperti gantungan kunci, baju kaos, miniatur khas Malaysia, tas, dll. Kami pun membeli sedikit cendera mata di tempat itu, perbedaan bahasa lagi-lagi sedikit menghambat kami dalam berkomunikasi dengan pedagang, namun dengan berbekal sedikit wawasan mengenai budaya Malaysia dengan bahasanya maka kami pun dapat sedikit demi sedikit melakukan proses jual-beli. Menariknya pedagang tersebut menerima pembayaran dengan Mata Uang Rupiah, karena tidak jauh dari sana ada tempat Money Changer. Inilah toleransi yang diberikan pedagang kepada kami sebagai pendatang, mereka mempermudah proses jual-beli agar kami tidak perlu repot-repot untuk menukar terlebih dahulu.
Pemandangan yang disuguhkan di Putra Jaya ini sangatlah indah mulai dari Danau Putrajaya dan Masjid Putra ini  yang berada di Kompleks Jabatan Perdana Menteri 62502, Putrajaya, Malaysia. Dari danau yang bersih ini Anda bisa melihat aneka gedung-gedung pencakar langit yang megah di pusat pemerintahan Malaysia. Masjid ini sendiri diberinama Masjid Putra yang diambil dari nama Perdana Menteri Malaysia pertama, Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj. Masjid Putra merupakan salah satu bagian terpenting dari kemodernan dan kerelijiusan kota Putrajaya.
Periode pembangunannya sendiri dimulai sejak tahun 1997 dan selesai pada tahun 1999 (dua tahun kemudian). Letaknya yang berhadapan dengan Danau Putrajaya membuat masjid ini seolah kelihatan terapung-apung diatas danau buatan sehingga memberikan kesan yang indah dan tidak akan ditemui ditempat lainnya. Setelah jalan-jalan dan belanja kami memasuki bangunan masjidnya untuk menunaikan ibadah sholat, kami dihadapkan pada gerbang masjid yang tampak sangat tinggi dan megahnya sebelum memasukki masjidnya serta di depan di jaga beberapa penjaga masjid yang masih muda.
Jika kami telisik lebih dalam lagi maka bangunan gerbangnya dihiasi dengan ornamen berbentuk geometri yang menjadi ciri khas dari arsitektural Islam dan seni kaligrafi yang kental dan indah.

3.     Putrajaya International Convention Center, Malaysia

Putra Jaya International Convention Center memiliki Ide desain bangunan yang unik dan mengesankan ini didasarkan pada bentuk mata 'perak tertunda' (perak Melayu kerajaan ikat pinggang). Namun, struktur atap dirancang mirip dengan origami dilipat untuk meringankan kebulatan polos struktur. Dari frontview itu, atap bangunan atau sayap terangkat di sisi, menciptakan overhangings luas atas dinding menyapu. Sebagian besar dinding terbuat dari kaca, sehingga sinar matahari alami dapat dengan mudah menerangi auditorium melalui jendela meraup dan berbayang. Serta pada bagian luar gedung kami langsung disuguhkan pemandangan yang membuat mata tidak mau berkedip, desiran angin yang cukup deras karena bangunan terletak di atas bukit membuat suasana semakin indah. Kami hanya diberi waktu 15 menit kesempatan ini kami gunakan hanya untuk berfoto-foto mengabadikan momen yang tak mungkin terlupakan.
            Kami mulai masuk ke dalam gedung yang langsung disambut oleh pusat perbelanjaan oleh-oleh khas Malaysia dan ada juga tempat makan di dalamnya. Kami mulai menelusuri lebih dalam sampai ke lantai bawah. Di lantai bawah terdapat sebuah fasilitas kursi pijat yang mana untuk menggunakannya selama 3 menit kami hanya perlu membayar 1 Ringgit saja. Hal ini menunjukkan kepada kami bahwa desain dan fasilitas yang di miliki PICC ini memiliki makna budaya dan memiliki ciri khas tersendiri. Dukungan fasilitas yang memadai membuat kami merasa nyaman menggunakannya. Setelah waktu yang di berikan berakhir kami langsung menuju bis dan melanjutkan perjalanan.

4.      ISTANA NEGARA DAN DATARAN MERDEKA MALAYSIA

                Saat di Istana Negara kami diberikan waktu 15 menit untuk berfoto dan melihat-lihat istana dari luar. Sebelum kami turun kami diberi tahu oleh tourguide warna kuning adalah warna kejayaan sebab itulah istana Negara berwarna kuning. Hal yang saya amati juga di istana adalah sistem pemerintahan Malaysia yang berbentuk kerajaan mirip dengan pemerintahan di Negara Inggris, karena di istana saya melihat kesamaan dari dua penjaga yang ada di depan pintu gerbang pada sudut kanan dan kiri yang hanya diam tidak ada ekspresi. Kesamaan budaya ini merupakan proses akulturasi dari budaya Inggris sebagai penjajah rakyat Malaysia pada masa itu, namun tetap tidak meninggalkan kebudayaan melayu yang kental dengan agama islam dan busana melayu yang ciri khas.

5.      Tugu Peringatan Negara Malaysia

Kunjungan kami kesini untuk mempelajari sejarah perjuangan rakyat Malaysia pada tempo dulu saat dijajah. Awalnya kami di jelaskan oleh tourguide arti Jata Negara Malaysia. Lambang Malaysia, atau Jata Negara mengandungi sebuah perisai yang dipegang oleh dua ekor harimau yang merupakan lambing kepada melayu tradisional serta kekuatan dan keberanian. Di atasnya memaparkan simbol bulan sabit dan bintang pecah 14. Warna kuning pada simbol bulan sabit dan bintang itu merupakan warna diraja dan melambangkan pemerintahan beraja di Malaysia. Simbol bulan sabit adalah lambang agama Islam sebagai agama rasmi Malaysia manakala simbol bintang menandakan 13 buah negeri yang terkandung dalam Persekutuan Malaysia dan Kerajaan Persekutuan.
Lima bilah keris yang terletak di bahagian atas merupakan lambang Negeri-negeri Melayu Tidak Bersekutu pada zaman dahulu iaitu Johor, Kedah, Perlis, Kelantan dan Terengganu. Di bawah keris tersebut terdapat empat jalur yang sama besarnya berwarna warna hitam, putih, merah dan kuning yang melambangkan empat buah Negeri-negeri Melayu Bersekutu yang asal. Merah dan kuning melambangkan warna negeri Selangor; hitam dan putih warna bagi negeri Pahang; hitam, putih dan kuning warna bagi negeri Perak; serta warna merah, hitam dan kuning bagi Negeri Sembilan. Bahagian sebelah kiri perisai iaitu pokok Pinang dan jambatan merupakan simbol untuk negeri Pulau Pinang dan bahagian sebelah kanan iaitu pokok Melaka adalah simbol untuk negeri Melaka. Kedua-dua buah negeri ini adalah sebahagian dari Negeri-negeri Selat pada zaman dahulu. Tiga bahagian di sebelah bawah itu menandakan Jata Negeri Sabah di sebelah kiri dan Jata Negeri Sarawak di sebelah kanan. Di tengah-tengahnya ialah Bunga Raya, ia itu Bunga Kebangsaan Malaysia. Harimau-harimau yang ditunjukkan sebagai memegang jata Negeri-negeri Melayu Bersekutu dahulu itu digunakan dalam Jata Negara. Cogan kata "Bersekutu Bertambah Mutu" yang ditulis dengan tulisan Rumi di sebelah kiri dan Jawi di sebelah kanan juga dipaparkan di skrol yang berwarna kuning.
Selanjutnya tourguide menjelaskan Tugu Negara terawal merupakan tiang konkrit yang terletak di Jalan Tugu berhampiran bulatan di hadapan Stesyen Kereta api Kuala Lumpur, bersebelahan Masjid Negara. Ia didirikan oleh Pentadbir British bagi memperingati peperangan dan perwira yang terkorban. Kini hanya asasnya tanah seluas 10 meter persegi yang tinggal.
Kompleks Tugu Negara yang ada kini di kawasan Taman Tasik Perdana dibuka pada 8 Februari 1966. Ia memasukkan Taman Peringatan sebagai lambang penghormatan negara kepada perwira yang mengorbankan jiwa mereka bagi menjaga keamanan negara Malaysia. Tiang asal dialih ke Kompleks Tugu Negara kini dan padanya tercatat tarikh tragedi kemanusiaan: Perang Dunia I (1914-1918), Perang Dunia II (1939-1945) dan Darurat (1948-1960).
Banyak ilmu yang kami dapatkan tentang sejarah Malaysia yang bermanfaat buat kami untuk menambah wawasan akan lintas budaya yang kami lakukan ini. Kami pun lanjut perjalanan ke Dataran Merdeka.

6.      Dataran Merdeka

Kami lagi-lagi diberikan waktu 15 menit untuk menikmati keindahan disana dan berfoto-foto ria. Disana saya mengamati Dataran Merdeka ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan peninggalan kolonial Inggris yang menawan. Salah satunya, dan ini yang paling populer, adalah Bangunan Sultan Abdul Samad (Sultan Abdul Samad Building). Bangunan Sultan Abdul Samad selesai dibangun pada tahun 1897 dengan gaya Mughal / Moorish rancangan A.C. Norman. Sekarang, bangunan ini difungsikan sebagai gedung kementerian.  Di tempat ini, bendera Union Jack diturunkan dan bendera Federasi Malaya dikibarkan untuk pertama kalinya pada tengah malam tanggal 31 Agustus 1957. Tiang Bendera itu sekarang menjadi tiang bendera tertinggi di dunia. Dataran Merdeka menjadi tempat dirayakannya Parade Hari Merdeka.
Kantor Pos juga ada di dalam gedung yang dipercantik dengan menara jam setinggi 41 meter ini. Di sebelah kiri, ada gedung National History Museum atau Muzium Serajah Nasional (ini nggak salah tulis, memang “serajah”) yang dulunya merupakan sebuah bank komersial pada 1910. Baru pada tahun 1966 gedung ini difungsikan sebagai museum nasional.

7.     Menara Twin Tower Petronas, Malaysia

Menara Petronas Twin Tower merupakan ikon ternama Negara Malaysia. Menara Kembar Petronas berlantai 88, atau dikenal sebagai KLCC, adalah bangunan kembar tertinggi di dunia.
Aspek seni dan budaya Muslim digunakan dalam rancangan bangunan. Bagian luar bangunan terbuat dari kaca dan baja dan memiliki motif yang terdapat dalam seni Islam. Bentuk bangunan menyerupai Rub Al-Hizb, bintang dengan delapan titik terbentuk dari dua persegi empat yang saling bertumpukan.
Terinspirasi dari bentuk geometris yang ditemukan pada arsitektur Islam, struktur raksasa yang gemerlap ini dirancang oleh arsitek Argentina-Amerika Cesar Pelli. Terentang di salah satu sisi maha karya arsitektur ini adalah Taman KLCC dengan bentang alam luas dan tertata cantik.
Daya tarik wisata lain di KLCC antara lain Kompleks Perbelanjaan Suria, Gedung Orkestra Petronas, Pusat Sains Petrosains, Galeri Seni Petronas, dan Kuala Lumpur Convention Centre, tempat Aquaria Oceanorium berada.
Menara Kembar Petronas (Petronas Twin Towers) berada di antara Jalan Ampang dan Jalan Raja Chulan. Lokasinya juga dekat dengan Mandarin Oriental Hotel dan di seberang The Ascott.
Setelah lama kami berfoto-foto kami pun langsung berkumpul kembali tetapi kami harus menunggu beberapa saat karena bis 2 belum datang bis tersebut harus mencari parker yang lumayan jauh karena bisa menggangu lalu lintas jika parker sembarangan. Di Malaysia ini peraturan sangat tegas dan ditaati oleh masyarakatnya. Ini lah budaya yang tertib dan patuh dengan peraturan yang dibuat oleh kerajaan Malaysia. Bis pun datang  kami langsung masuki kedalam bis dan selanjutnya menuju ke Restoran Padang untuk santap malam bersama. Selesai makan malam, kami langsung kembali ke hotel untuk istirahat.

·        HARI KETIGA (SELASA, 3 MARET 2015)
1.      Universitas Sains Islam Malaysia

Sekitar pukul 05.00 waktu setempat kami bangun dan siap-siap.Di saat saya bangun ternyata kamar dan seluruh di lantai 11 itu sedang mati lampu, lalu kami menghubungi resepsionisnya sesaat kemudian lampunya menyala. Setelah semuanya beres kami turun kebawa sambil membawa koper lalu sarapan pagi. Tak lama selesai sarapan kami berangkat menuju Universitas Sains Islam Malaysia.
Sesampainya kami disana kami diajak memasuki USIM, kami langsung dibawa menuju ruang rapat para petinggi di universitas tersebut untuk berbincang sebentar mengenai USIM dan UNSRI, bertukar pikiran dimana USIM mengundang mahasiswa pascasarjananya untuk ikut bergabung dalam acara tersebut. Dalam hal ini USIM menyambut kami dengan sangat baik, mereka menunjukkan toleransi budaya kepada pendatang serta adat istiadatnya yang penuh dengan keramahtamahan . Hal ini penting demi kelancaran kerjasama antar dua budaya.
Kami melakukan sistem diskusi membahas tentang Narkoba yang mengancam baik di Negara Indonesia maupun Malaysia. Disitulah pertukaran pengetahuan dan wawasan antara kami, dosen, dan mahasiswa pascasarjana Malaysia tersebut membuat kami memiliki ilmu baru dan informasi baru lagi.
Disana juga kami diberi kesempatan untuk melihat-lihat dan berkeliling-keliling ke beberapa laboratorium konseling, diantaranya ada laboratorium konseling anak, laboratorium konseling individual, laboratorium konseling dan bimbingan kelompok, ruangan konseling untuk anak-anak dan laboratorium keluarga.
Setelah lama berkeliling-keliling kami di ajak ikut langsung dalam kelas perkuliahan mahasiswa Bimbingan dan Konseling disana. Dalam proses perkuliahan bahasa yang mereka pergunakan yaitu bahasa Inggris. Kami juga di ajak untuk bernyanyi bersama di kelas untuk menambah kedekatan dan membuat kami nyaman berada disana.

Kami pun lanjut lagi menuju ke lantai atas untuk di perlihatkan dengan Asian Center for Research on Drug Abuse (ACREDA). Disana kami diberikan pin untuk tanda perkenalan. Tak lama dari sana kami pun di ajak lagi ke ruangan sebelumnya, kami disana disuguhi makan siang bersama lalu kami selesai makan baru melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan selanjutnya.

2.      Batu Caves

Batu Caves adalah bukit kapur, yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gombak, 13 Km utara dari Kuala Lumpur, Malaysia. Tempat ini mengambil nama dari Batu Sungai atau yang mengalir melewati bukit. Batu Caves juga merupakan nama desa terdekat.
Di sana sangat kental dengan kebudayaan Hindu, penduduk asli daerah itu merupakan keturunan-keturunan Hindu yang hidup di sebuah desa di Malaysia. Proses asimilasi terjadi karena banyaknya orang India yang dominan beragama Hindu yang kemudian menghilangkan kebudayaan asli Malaysia yang kental dengan agama Islam. Terbukti dari banyaknya kuil tempat persembahyangan umat Hindu, semua orang berwajah India dan berpakaian India, bahasa yang digunakan pun sebagian besar berbahasa India dan sebagian lagi berbahasa Inggris namun dengan logat khas India walaupun ada juga yang menggunakan bahasa melayu. Disana pun banyak orang yang berjualan, saya pun sempat membeli sebuah tas untuk ole-ole. Kami berada di sini hanya sekitar 15 menit untuk berfoto dan berbelanja, kami tidak diperbolehkan menaiki anak tangga karena waktu tidak memungkinkan. Kami pun lalu melanjutkan perjalanan.

3.      Bukit Bintang, Malaysia

            Setelah kami asyik berfoto-foto di tempat wisata Malaysia, kami di ajak ke tempat belanja di Bukit Bintang. Sebelum kami masuk toko kami di beri tempelan tanda kita pengunjung toko tersebut. Disana menjual banyak souvenir ole-ole khas Malaysia bahkan ada juga ole-ole Singapore. Saya disana hanya membeli sedikit souvenir  khas Malaysia. Lalu kami lanjut ke tempat belanja lainnya. Disana pun saya hanya membeli parfum seharga 32 Ringgit. Dari yang saya amati bahwa setiap toko di sana sebelum kita masuk kita di berikan tanda kecil yang di temple ke badan kita, lalu setelah selesai belanja di kembalikan lagi tempelannya dan juga rata-rat penjual di Malaysia yaitu orang Cina.

4.      Toko Coklat Malaysia

            Perjalanan kami selanjutnya ke toko coklat Malaysia untuk membeli buah tangan buat keluarga kami dan teman-teman di Palembang. Tourguide kami memberikan informasi bahwa di toko coklat ini semuanya halal dan sehat karena coklat yang digunakan dari perkebunan coklat terbaik di Malaysia. Kerajaan pun telah meresmikan toko coklat ini adalah salah satu objek wisata untuk berbelanja coklat yang enak dan sehat. Disini kita bisa lihat kebudayaan pedulinya kerajaan sebagai pemimpin rakyat memperhatikan toko ole-ole yang terbaik untuk pendatang di Malaysia. Hal ini patutnya di terapkan di Indonesia akan lebih peduli kepada kesehatan makanan untuk rakyatnya.
            Sesampai disana seperti biasa kami diberikan tempelan penanda bahwa kami pengunjung, lalu kami di berikan info tentang macam-macam coklat dan khasiatnya, setelah itu kami diberikan taster coklat yang di jual disana. Harga coklat disana bervariasi kebanyakan harganya lumayan mahal. Saya hanya membeli sedikit coklat disana. tak lama itu kami melanjutkan perjalanan lagi.

5.      Sungei Wang Plaza,  Malaysia

Tempat kunjungan kami selanjutnya yaitu Sungei Wang Plaza. Sebelum berkeliling-keliling kami makan malam terlebih dahulu. Menu makan kami saat itu adalah KFC (Kentucky Fried Chicken), yang mana kita ketahui bersama bahwa di Indonesia pun dapat dengan mudah kita temukan dan bukan hal yang baru lagi. Namun pada saat waktu makan tiba itu adalah kali pertama kami makan di outlet KFC dengan menu yang tidak biasa, yakni ayam goreng, pepsi dan nasi lemak, sausnya pun berbeda, cara menyajikannya pun berbeda.  Saat itu saya melihat bahwa kesamaan antar budaya tidak selalu sama sampai keseluruhannya, Indonesia dan Malaysia mempunyai outlet makan dengan nama yang sama, namun ketika waktu makan ada hal-hal yang pasti berbeda. Begitu pula dengan kebudayaan, Indonesia dan Malaysia mempunyai rumpun yang sama, namun belum tentu juga pola pikir pun sama. Kebudayaan orang Malaysia memakan nasi lemak ternyata di KFC pun nasi yang disajikan yaitu nasi lemak, hal itu berbeda dengan di Indonesia yang menyajikan nasi putih biasa.
Kami pun telah selesai makan malam lalu berlanjut untuk melihat-lihat toko-toko yang banyak menjual barang-barang baik pakaian, aksesoris, souvenir, sepatu, tas, handphone, coklata, dll. Setelah lama belanja kami langsung sholat, kami sempat kesasar mencari mushollah disana tapi akhirnya ketemu. Selesai sholat kami kembali ke bis. Tetapi kami menunggu sebentar di depan Sungei Wang karena bis kami belum datang. Bis pun datang kami langsung melanjutkan perjalanan dengan senang hati.

·         HARI KEEMPAT (RABU, 4 MARET 2015)
1.      Rest Area, Johor, Malaysia

            Perjalanan pun berhenti sesaat untuk minum kopi / teh di sebuah pemberhentian bis. Pada saat itu sekitar pukul 02.00 waktu setempat. Saya di sana membersihkan diri sedikit, lalu kami memesan minum susu hangat agar bisa tertidur dengan nyenyak di dalam bis. Setelah selesai di tempat itu terdapat kursi pijat karena badan telah lelah melakukan banyak aktivitas saya memutuskan untuk melakukan pijat selama 3 menit. Tak lama pijat bersama teman-teman saya juga kami pun berangkat lagi menuju ke Johor, Malaysia.
           Sekitar pukul 04.00 waktu setempat kami sampai pada tempat pemberhentian yakni SPBU dan rest area. Disana kami diberi kesempatan untuk mandi dan sholat, karena setelah sampai Singapura kami tidak diberikan waktu untuk membersihkan diri lagi. Waktu yang diberikan cukup lama dari sebelumnya. Hal yang paling terlihat berdasarkan pengamatan saya adalah kebersihan toilet SPBU yang diluar dugaan, yang biasanya kalau di Indonesia hal tersebut masih sebatas angan-angan. Namun saat itu saya benar-benar merasakan bersihnya toilet umum SPBU di Malaysia serta di sana ada 2 tempat khusus untuk mandi dan di lengkapi denga shower.
Itulah kebudayaan yang berusaha ditampilkan oleh masyarakat Malaysia, yaitu menjadi pribadi yang menjunjung tinggi kebersihan dan kenyamanan di tempat-tempat umum. Hal inilah yang sepatutnya ditiru oleh Indonesia dan juga dapat menjadi kebudayaan bagi masyarakat Indonesia.
Kami pun selesai mandi dan berberes-beres isi koper, lalu kami sholat shubuh di mushollah. Setelah itu kami sarapan bersama. Saat sarapan saya sangat tidak nafsu makan dan kurang bersemangat karena saya sulit untuk tidur semalaman di dalam bis.
Saya sempat mengamati di SPBU tersebut dalam proses orang membeli bahan bakar kendaraan sama seperti sebelumnya. Mereka disana mengisi sendiri lalu membayarnya di toko dekat SPBU tersebut. Kebudayaan yang baru saya rasakan banyak sekali perbedaan yang terjadi saat saya disana.
            Lanjut perjalanan kami sekitar pukul 06.00 waktu setempat kami kembali melanjutkan perjalanan ke Singapura.

2.     Imigrasi Singapura

Kami pun tiba di imigrasi Singapura, kami langsung bersusun rapi mengantri untuk di cek paspor dan prosedur lainnya yang mempersilahkan kami untuk berwisata di Negara tersebut. Seperti yang diketahui bahwa singapura merupakan Negara yang sangat ketat mengenai masalah kedisiplinan. Dilarang untuk meludah sembarangan, dilarang merokok, dilarang memakan permen karet, dilarang membuang sampah sembarangan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pada saat pemeriksaan di imigrasi, ada beberapa rekan kami yang laki-laki termasuk dosen yang di tahan terlebih dahulu dan dimintai penjelasan lebih lanjut oleh petugas imigrasi yang berwenang. Hal ini tentu merupakan salah satu bagian dari budaya kedisiplinan yang diterapkan di Negara tersebut, ini perlu demi menjaga stabilitas Negara. Sumber daya manusia yang kompeten sangat mempengaruhi keberlangsungan kedisiplinan yang telah membudaya di Negara tersebut.
Prasangka dan stereotip tidak dapat terlepas dari dalam diri individu. Toleransi antar budaya amat sangat diprioritaskan dalam menjalin hubungan. Tujuannya tentu demi mencegah timbulnya hal-hal yang dapat merusak stabalitas suatu Negara. Aspek kognitif, afektif dan konatif berperan banyak dalam hal semacam ini.
            Saya memperhatikan budaya orang-orang asing yang ada di imigrasi. Saat mereka selesai di cek di imigrasi ataupun saat pertama datang mereka berlari-lari dengan cepat. Kebudayaan orang asing disana yaitu mereka sangat menghargai yang namanya waktu. Bisa di bilang time is money.

3.     Merlion Park, Singapura

Setibanya di Singapura, kami sempat kesasar karena sopir bis kami berasal dari Malaysia. Kami juga sempat di tegur oleh orang Singapore karena kami salah jalan. Budaya di Singapore sangatlah tertib dan displin sehingga membuat Negara ini menjadi maju dan hebat. Kami mendapatkan tourguide baru saat di perjalanan. Kami berpisah dengan tourguide Khrisna saat di rest area sebelumnya. Setelah bertemu tourguide  baru kami langsung mengunjungi Merlion Park, yakni ikon utama dari Negara Singapura (Ikan berkepala Singa). Di sini tentu wawasan budaya selalu siap siaga, karena bermacam-macam orang akan kita temui dari berbagai macam kebudayaan. Sikap toleransi yang meliputi ketiga aspek sikap yakni kognitif, afektif,dan konatif harus selalu ada dibawah kontrol kita. Kami diberi waktu kurang lebih satu jam untuk berfoto di tempat itu. Menyimak cerita awal yang dipaparkan oleh tourguide kami yaitu Mrs. Kalsum bahwa Singapura adalah Negara yang ketat dengan kedisiplinan dan sangat menghargai setiap tetesan air, karena Singapur merupakan Negara yang tidak memiliki Sumber Mata Air, pertanian, perkebunan, dll. Jadi untuk kesehariannya, Negara tersebut membeli atau mengimpor air dari Malaysia dan Indonesia. Harga per satu botol air siap minum bisa mencapai 1 Dollar Singapura atau setara dengan 10.000 rupiah serta beras ataupun hasil perkebunan pun di impor dari Negara tetangga.
            Negara sekecil itu yang tidak memiliki apapun  dalam sector Sumber Daya Alam dibanding Indonesia yang kaya akan SDA dapat bergerak maju bahkan sangat maju daripada Indonesia sendiri. Ini karena kebudayaan kedisiplinan yang telah melekat dalam karakter bangsa Singapura menjadikan Singapura sebagai Negara yang miskin Sumber Daya Alam namun sangat kaya akan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Dalam bekerja mereka mengandalkan bukan hanya tenaga tetapi pengetahuan intelektual yang telah maju. Sistem perekonomian mereka mengandalkan investor-investor dari luar sehingga pegawai di Singapura tidak boleh melakukan demo untuk menuntut apapun karena bisa membuat investor lari dari Singapura, ungkap Mrs. Kalsum.

4.     Restoran Viesta, Singapura

Restoran ini merupakan ini merupakan sebuah restoran franchise-an yang juga menyediakan menu khas Indonesia. Dimana pelayannya juga selain berbahasa Inggris mereka juga pandai dalam berbahasa melayu Malaysia. Ini menunjukkan bahwa keprofesionalitasan seorang pelayan restoran tidak kalah dengan profesi lain, dan juga saling menghargai budaya satu sama lain menjadi kunci bagi kekompakan mereka dalam bekerja.
Kami singgah ke restoran itu beberapa saat untuk makan siang bersama. Selepas makan siang, kami kembali menaiki bis untuk melanjutkan perjalanan, namun sesampainya di parkiran, bis kami di datangi oleh Polisi Singapura dan langsung memotret bis-bis kami yang sedang parker. Sontak semua crew perjalanan kami langsung menghampiri Polisi itu untuk meminta maaf dan keringanan hatinya untuk mempersilahkan kami keluar. Ternyata kami menyalahi aturan Negara tersebut, kami seharusnya tidak boleh parker di tempat itu, padahal tempat itu kosong. Tapi yang namanya peraturan ya harus ditaati. Namun setelah bernegosiasi akhirnya kami dilepaskan.
Polisi tersebut menunjukkan toleransi kepada kami selaku pendatang yang tidak mengetahui apa-apa. Stereotip tentu ada di dalam benak kami terhadap perlakuan polisi tersebut. Namun kesigapan dan kecekatan polisi tersebut dalam menangkap orang-orang yang menyalahi aturan membuat saya terkesima, itulah kedisiplinan yang sudah membudaya di Negara tersebut yang menjadikannya sebagai tonggak kesuksesan bagi Negara Singapura.

5.     Chinatown, Singapura

Setelah kami semua makan siang, kami beranjak ke salah satu tempat yang disebut Chinatown. Chinatown merupakan salah satu pusat perbelanjaan di Singapura yang menyediakan oleh-oleh khas Singapura dengan harga yang bersahabat. Sepintas cara dagangnya sama seperti di Indonesia. Seperti namanya mayoritas disini yaitu orang Cina dan adat kebiasaannya pun seperti orang Cina tempat makannya menjual babi yang sering di makan orang Cina. Budaya Cina sangat terlihat dari fisik wilayahnya yang penuh dengan warna merah dan tulisan-tulisan Cina yang ciri khas.

6.     Kampung Bugis, Singapore

Setelah dari Chinatown kami dibawa lagi kepusat perbelanjaan kedua yakni Kampung Bugis yang terkenal dengan harga yang murah. Karena kami tidak terlalu banyak berbelanja di Chinatown, kami berbelanja oleh-olehnya di Kampung Bugis ini. Harga yang lebih murah dan lebih banyak pilihan yang menjadi keuntungan lebih berbelanja di tempat ini. Kebersihan lagi-lagi menjadi nilai plus bagi tempat-tempat di Negara ini.
Dalam proses penegendalian diri kita harus bisa mengetahui yang namanya kebutuhan dan kemampuan kita untuk memenuhinya. Disini saat saya belanja saya harus mengendalikan diri saya dan menggunakan kognitif saya dalam memperhitungkan apa yang akan saya beli baik dari harga dan kualitasnya. Hal seperti itu disebut dengan manajemen diri.
7.     Universal Studio, Singapore                            

Selesai berbelanja kami langsung menuju ke tempat kunjungan terakhir kami di Singapore yaitu Universal Studio yang terletak di Pulau Sentosa, Singapura. Kami tidak memasuki wahana permainan, tapi hanya berfoto-foto di depan miniatur dunia dengan tulisan Universal Studio. Disana kami bertemu orang-orang dari segala macam kebudayaan. Budaya cara berpakaian yang mereka tunjukkan pun berbeda-beda sesuai asal mereka, selain itu gaya dan cara mereka berbicara pun mencirikhaskan budaya mereka masing-masing, ini adalah pengetahuan yang disebut lintas budaya.
            Setelah itu kami diajak oleh tourguide kami untuk menaiki monorel, yakni kereta listrik sebagai alat transportasi yang ada di dalam Universal Studio.kami memadati dua gerbong kereta. Mereka penduduk asli tidak keberatan untuk berdiri selama berada di dalam kereta dengan sedikit desak karena kami. Ada salah satu dari mereka ketika kami turun, dia mengucapkan “goodbye” lantas saya pun menjawab dengan mengatakan hal yang sama, kemudian kami dan mereka hanya tertawa kecil sembari berpisah.
            Keramahtamahan dalam menjalin komunikasi antar budaya merupakan aspek penting yang harus berada di dalamnya. Sikap acceptance ditunjukkan olehi penduduk local terhadap kami sebagai pendatang. Namun untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik sangat diperlukan waktu yang memadai. Dalam komunikasi tidak hanya di lihat dari verbalnya tetapi juga nonverbalnya yang menunjukkan budaya seseorang dalam berkomunikasi.

8.     Pelabuhan, Singapore

Perjalanan kami pun berakhir di Universal Studio. Kami melanjutkan perjalanan ke pelabuhan. Tiba di Pelabuhan Singapura sekitar pukul 06.00 waktu setempat. Disana saat saya menunggu bersama yang lainnya saya berinteraksi dengan seseorang yang sedang menunggu kapalnya datang. Ia ternyata orang Palembang juga tetapi sekrang menetap di Batam dan bekerja di Singapore bagian perancang kapal. Komunikasi antara kami sangat baik karena budaya yang sama mempengaruhi proses interaksi kami.  
Setelah beberapa saat kemudian kami siap untuk memasuki Kapal Ferry untuk menyebrang ke Pulau Batam. Pemeriksaan di pelabuhan sama ketatnya seperti awal kami datang ke Singapore. Di saat itu kami mencoba mengikuti budaya cepat orang asing dengan berlari karena waktu sangat berharga bagi mereka. Menghargai waktu itu sangat di utamakan bagi orang asing.

9.     Pelabuhan, Batam

Setibanya kami semua di Batam, rasa lelah telah terasa di tubuh kami. Tetapi kami tetap semangat dan senang karena dapat mengaktifkan mobile data yang selama ini berada pada posisi non aktif karena tidak mendapat sinyal provider kartu dari Indonesia. Keluar dari pelabuhan kami pun telah ditunggu oleh pihak travel dan bis di halaman parkir. Saat itulah kami mulai bisa menghubungi keluarga kami masing-masing.

10.                         Rumah Makan Bunda, Batam

Keluar dari pelabuhan, tidak jauh dari situ kami mampir ke Rumah Makan Bunda, yakni rumah makan yang menyediakan masakan khas Bandung. Sebelum menuju hotel kami pun makan malam bersama terlebih dahulu. Setelah menempuh lamanya perjalanan kami langsung mengisi tenaga kami kembali dengan makan hidangan yang telah di sajikan. Makanan yang di sajikan sangat cocok dengan lidah kami sehingga kami sangat menikmati makan malam tersebut. Tenaga kami pun mulai kembali setelah makan malam. Setelah makan lanjut lagi perjalanan kami menuju hotel.

11.                         Hotel Kolekta, Batam

Saat kami sampai kami di sambut oleh pihak hotel lalu kami menunggu sebentar di lobby untuk membagi kunci kamar. Seperti di Malaysia saya sekamar dengan Ferdina Sari. Setelah dapat kunci kami masuk kamar langsung membereskan isi koper lalu membersihkan diri dengan mandi dan selesai itu kami istirahat.

·         HARI KELIMA (5 MARET 2015)
1.     Jembatan Barelang, Batam

Pagi hari kami bangun pukul 05.00 waktu setempat lalu bersiap-siap dan sarapan di lantai bawah lalu check out dari hotel dan menuju tempat wisata dan tempat belanja di batam. Dari hotel kami langsung menuju ke salah satu ikon Pulau Batam yakni Jembatan Barelang. Jembatan Barelang (singkatan dari Batam, Rempang, dan Galang) adalah nama jembatan yang menghubungkan pulau-pulau yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Masyarakat setempat menyebutnya "Jembatan Barelang", namun ada juga yang menyebutnya "Jembatan Habibie", karena dia yang memprakarsai pembangunan jembatan itu untuk menfasilitasi ketiga pulau tersebut yang dirancang untuk dikembangkan menjadi wilayah industri di Kepulauan Riau. Ketiga pulau itu sekarang termasuk Provinsi Kepulauan Riau.
            Berbeda dengan tempat-tempat wisata yang kami kunjungi sebelumnya di Negara tetangga. Jembatan Barelang terlihat belum begitu bersih, masih banyak sampah berserakan, dekorasi eksterior yang tidak begitu teratur dan kusam. Perbedaan ini sangat terlihat jelas, sumber daya manusia yang memiliki dan tidak memiliki budaya baik kebersihan, ketekunan, kedisiplinan, dll maka akan menampilkan produk yang berbeda pula.
Budaya disetiap Negara berbeda-beda tetapi ada hal positif dan negative yang terdapat dalam unsur budaya tersebut.

2.     Nagoya Lama dan Nagoya Hill, Batam

Setelah puas kami berfoto di jembatan Barelang kami menuju ke Pusat perbelanjaan Nagoya lama, di sana kita bisa membeli produk bermerk berkualitas tinggi namun dengan harga yang relative murah. Proses transaksi menjadi lebih mudah karena antar kami dan pedagang tidak memiliki hambatan berupa lintas budaya, baik bahasa atau mata uang. Toko disana rata-rata di isi oleh penjual yang berasal dari Cina. Orang-orang Cina tetap banyak yang berbisnis di setiap Negara di Asia ini.
Setelah berbelanja disana kami berpindah tempat ke Nagoya Hill, ini merupakan pusat perbelanjaan yang menyediakan barang-barang dengan kualitas standar yang ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Kami disana membeli coklat, baju, tas, mainan dengan harga yang relative lebih murah.
Memiliki latar belakang budaya yang sama, bahasa yang sama, mata uang yang sama, maka tidak terlalu memberikan hambatan bagi kami untuk berkomunikasi dan melakukan proses transaksi dengan para pedagang di tempat itu. Interaksi kami pun lebih mudah di pahami satu sama lain seperti komunikasi dua arah yang saling mengerti (stimulus-respon).

3.     Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Batam

Setelah selesai berbelanja, makan siang di salah satu Rumah Makan Padang di Pulau Batam. Setelah selesai makan dan Sholat, kami menuju Bandara untuk kembali ke Palembang. Sesampainya di Bandara kami langsung check in serta menaruh tas kami untuk di masukkan ke bagasi dan antri untuk masuk ke ruang tunggu bandara. Belajar dari budaya disiplin yang telah diterapkan di Negara Malaysia dan Singapore, kami pun berusaha mengimitasi sedikit demi sedikit dalam menunggu jadwal keberangkatan menuju Palembang. Kami take off pukul 04.00 WIB dengan menggunakan Pesawat Citilink menuju ke Palembang.

4.     Bandara Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang

Pesawat kami mendarat Pukul 05.00 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Sepulang dari Praktik Lintas Budaya keesokan harinya kami harus melaksanakan aktivitas perkuliahan seperti biasanya.
Dalam interaksi lintas budaya pendekatan etik berupa perilaku baik berdasar norma, sopan, santun dan bersikap umum juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan membangun interaksi dengan lawan bicara dengan latar belakang budaya yang berbeda. Budaya bukan sekedar adat-istiadat, pakaian, bahasa, logat, ras, dan lain-lain, namun budaya juga menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dilakukan sehari-hari demi tercapainya tujuan dan kesuksesan dalam memajukan hidup. Membudayakan kebiasaan baik dalam diri dapat mengantarkan diri menjadi pribadi dengan karakter dan produk yang hebat.
Budaya yang positif bukan hanya saya ketahui atau pelajari tapi berusaha saya implementasikan dalam diri saya agar saya sebagai calon konselor memiliki jiwa yang profesional, memiliki kompetensi, dan berbudaya yang lebih baik dalam membantu masalah yang di hadapi klien kita.
Wawasan akan budaya, teknologi, dan bahasa sangat di perlukan guna untuk menjalankan tugas dan kewajiban sebagai konselor dengan sesuai zaman yang telah modern dan maju ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar